Menurut pesan Ka-yap Cuncia ia harus memanjat tebing tinggi ini dan menyelundup masuk ke negeri kuno bernama Thian-bi-kok ini.
Setelah meneliti sekian lamanya diam-diam Thian-hi mengerut alis, tebing setinggi ratusan tombak begini cara bagaimana bisa masuk kesana, entah cara bagaimana orang yang menemukan negara kecil itu bisa masuk kesana.
Pelan ia berjalan menyusuri kaki tebing mencari jalan. Tiba-tiba dilihatnya di sebuah lekukkan di ujung tebing sana ada sebaris retakan batu, garis retak ini sudah penuh ditumbuhi lumut sangat licin susah untuk tempat berpegang atau berpijak, boleh dikata sulit sekali untuk dapat memanjat ke atas.
Sekian lama ia berpikir mencari akal, akhirnya dilolos keluar seruling di pinggangnya, diam-diam ia kerahkan tenaga murni sekali tusuk ternyata mudah sekali serulingnya amblas ke dalam batu tebing. keruan girangnya bukan kepalang, lekas ia keluarkan pula kutungan serulingnya sendiri, tusuk demi tusuk bergantian dengan gegamannya ia mulai merambat ke atas. Entah berapa lama kemudian dengan susah payah akhirnya ia berhasil mencapai puncak tebing juga, namun terasa kaki linu pinggang pegal, telapak tangan pun lecet. Dengan menghela napas lega ia berpaling memandang ke bawah, tebing sedemikian tinggi, setapak demi setapak ia berhasil manjat ke atas, hampir ia tidak percaya akan kenyataan ini.
Setelah beristirahat seperlunya pelan-pelan ia mulai beranjak masuk ke dalam sebuah lembah, di dalam lembah tumbuh hutan lebat, tiada kelihatan jejak manusia seorangpun.
Dengan hati-hati Thian-hi menyusuri hutan lebat ini terus maju ke depan. Entah berapa lama kemudian, akhirnya pohon-pohon mulai jarang tibalah ia di ujung hutan, lapat-lapat dikejauhan sana kelihatan perumahan orang, ladang sawah nan subur, lebih jauh di depan sana samar-samar kelihatan bentuk sebuah kota.
Dengan seksama Hun Thian-hi memandang ke depan nun jauh di sana, dalam hati ia menerawang, betapapun aku harus melihat-lihat situasi dan keadaan kota di depan itu. Begitulah melalui gili-gili sawah ia terus maju ke depan, langsung menuju ke kota.
Tak lama kemudian ia sudah tiba di ambang pintu kota, tampak orang berlalu lalang dengan ramainya, kiranya itulah sebuah kota yang cukup besar. Sambil celingukan ke kanan kiri seperti orang desa yang pertama kali masuk kota, Hun Thian-hi maju terus ke depan melihat-lihat keadaan kota kuno yang terasing dari dunia luar ini.
Tiba-tiba dilihat orang-orang yang berlalu lalang dikejauhan menjadi ribut dan berlari-lari minggir kedua samping jalan, tampak sebarisan sepasukan seragam hijau membedal kudanya mendatangi bagai terbang. Cepat-cepat Thian-hi juga ikut menyingkir ke pinggir.
Namun sekilas dilihatnya tak jauh di depan sana seorang anak kecil tengah berlari di tengah jalan, tanpa banyak pikir lagi segera ia memburu maju menarik bocah kecil itu, namun saat mana juga barisan berkuda itupun sudah tiba, baru saja Thian-hi hendak gunakan Ginkangnya untuk melesat berkelit, mendadak teringat akan pesan Ka-yap Cuncia, supaya orang lain tidak tahu bahwa dia seorang persilatan. Orang-orang yang berkerumun di sekitar jalanan itu menjadi menjerit ngeri dan gempar, tak ampun lagi Thian-hi keterjang ke depan, meminjam daya terjangan ini ia menggelundung ke samping sambil mengempit bocah itu.
Kuda itu lantas berdiri dengan kedua kaki belakangnya sambil bebenger panjang. Penunggangnya tak kuasa mengendalikan kudanya lagi terus lompat turun, terpaksa rombongan berkuda itu harus berhenti semua.
Dari pinggir jalan sebelah sana memburu seorang gadis dengan muka pucat, katanya kepada Hun Thian-hi. "Banyak terima kasih akan pertolonganmu!" sekali tarik ia terus bopong bocah itu terus bawa lari dan menghilang di pagar manusia yang menonton di pinggir jalan.
Belum lagi Thian-hi sempat menjawab, tiba-tiba didengarnya sebuah bentakan caci maki, segulung angin menerpa tiba mengarah mukanya, baru saja ia hendak berkelit tapi kuatir diketahui ia bisa main silat terpaksa pura-pura terhuyung mundur dan tepat sekali terhindar dari serangan keras yang mengarah mukanya. Melihat lecutannya tidak mengenai sasarannya, orang itu semakin marah, maju setapak ia ayun pula cambuknya menghajar kepada Thian-hi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badik Buntung - Chin Tung
AdventureAwalnya hendak meminta Badik Buntung, senjata peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal kepada seorang teman ayahnya membuat Hun Thian Hi menjadi musuh Rimba Persilatan. Tanpa sengaja menerima sebuah ilmu sesat dari seorang tokoh Iblis memb...