"Gurumu sudah ditolong keluar, kau tidak usah kuatir!" ujar Hwesio Jenaka, lalu sambungnya kepada Su Giok-lan, "Bukankah nona Su Giok-lan adalah murid Pedang Utara Siau-sicu?"
Mendengar orang menyinggung gurunya yang lama yaitu Pedang Utara Siau Ling, Giok-lan menjadi hambar, sahutnya, "Wanpwe memang Su Giok-lan, apakah Siau-suhu pernah bertemu dengan guruku?"
"Suami istri Pedang Utara gurumu itu sekarang sedang bersama dengan guru Hun Thian-hi Seruling Selatan Kongsun Hong. Mereka baik-baik saja, cuma mereka rada kangen padamu."
Su Giok-lan menunduk rawan, sejak kecil dia dan engkohnya dibesarkan dan dibimbing oleh Pak-kiam suami istri, dianggapnya mereka sebagai anak kandung sendiri. Sekarang engkohnya sudah meninggal, sedang dirinya bertekuk lutut angkat guru kepada Bu Bing Loni, sekian lamanya ia tidak pernah jumpa lagi dengan guru tercinta. Betapa hati takkan bersedih, terutama bahwa dirinya telah ingkar terhadap ajaran-ajarannya.
Begitulah ia berpikir dan menerawang sepak terjangnya selama ini, ia menista dan menyesali perbuatannya yang dianggap durhaka, akhirnya dengan tekad yang keras ia angkat kepala memandang Hun Thian-hi lalu bertanya pada Hwesio Jenaka, "Dimana sekarang mereka berada?"
Hun Thian-hi sendiri juga sedang dirundung berbagai pertanyaan dan keheranan, gerak-gerik Hwesio Jenaka yang serba cepat dan cekatan ini benar sangat mengejutkan dan mencurigakan, kecuali siang malam Hwesio Jenaka tidak berhenti menempuh perjalanan dan begitu sampai lantas putar balik. Kalau tidak mustahil bisa begitu cepat dia muncul lagi di Siong-san sini.
Hwesio Jenaka tertawa katanya, "Kau sekarang sudah menjadi murid Bu Bing Loni, apakah dia mau membiarkan kau pergi?"
Apa boleh buat Su Giok-lan pandang Hun Thian-hi katanya, "Bagaimanakah aku ini?"
"Lam-siau dan Pak-kiam sekarang sama menetap di Jian-hong-kok di puncak Ui-san. Kalau dugaanku tidak salah dalam waktu dekat ini Bu Bing Loni tidak akan keluar, harus bagaimana kukira kau sendirilah yang mesti memutuskannya."
Su Giok-lan tertunduk diam, otaknya bekerja.
Lalu Hwesio Jenaka berkata kepada Hun Thian-hi. "Hun-sicu, bila kau tidak anggap aku lancang mulut, menurut hemadku seharusnyalah segera kau berangkat ke Cian-hud-tong."
Tergetar hati Hun Thian-hi, kepalanya terangkat dan pandangannya penuh selidik batinnya, "Kenapa? Ada peristiwa apa pula yang terjadi? Gelombang pertikaian lama belum lagi menjadi tenang gelombang pertikaian baru bergejolak lagi, aku sendiri belum lagi menemukan Ma Gwat-sian, mana bisa pergi ke tempat yang begitu jauh? Apakah benar terjadi perkara besar disana?"
"Sudah tentu, pergi atau tidak terserah kepada kau!" demikian tambah Hwesio Jenaka tertawa, "Tapi perlu kau ketahui, bahwa tuan penolong jiwamu sekarang sedang menempuh perjalanan kematian!"
"Siapa yang Siau-suhu maksudkan?"
"Seharusnya kau tahu, orang itu tak lain adalah Ling-lam-kiam-ciang Coh Jian-jo!"
"Coh Jian-jo," keluar dengusan lirih dari mulut Thian-hi, dia merasa sedikit terkejut, dan karena kejutnya ini timbul rasa kecurigaannya.
Hwesio Jenaka manggut-manggut mengiakan, "Bila tiada Coh Jian-jo sejak lama kau sudah mampus di bawah berondongan Pek-tok-hek-liong-ting, seharusnya kau paham. Tok-sim-sin-mo pun sudah tahu seluk beluk rahasia ini, maka cepat-cepat ia balik pulang ke Jian-hud-tong. Tindakan Coh Jian-jo membuat segala rencananya gagal total, sekembali disarangnya dapatlah kau bayangkan tindakan apa yang akan dia lakukan terhadap Coh Jian-jo?"
Thian-hi terlongong, memang dia harus segera menyusul ke Jian-hud-tong, tapi bagaimana pula ia lega meninggalkan Ma Gwat-sian? Seorang diri Ma Gwat-sian menghilang, dapatkah aku tinggal pergi dengan lega hati?
KAMU SEDANG MEMBACA
Badik Buntung - Chin Tung
DobrodružnéAwalnya hendak meminta Badik Buntung, senjata peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal kepada seorang teman ayahnya membuat Hun Thian Hi menjadi musuh Rimba Persilatan. Tanpa sengaja menerima sebuah ilmu sesat dari seorang tokoh Iblis memb...