103. Majikan Jian-hud-tong Masa Lalu

2.1K 40 2
                                    

Keburu Pek-kong-liang membuka mata, cepat ia berseru mencegah, "Sute, jangan lakukan."

"Suheng!" seru Bian-hok Lojin, "Apakah perbuatan jahatnya masih kurang, kalau tidak dibunuh kelak bakal menimbulkan bencana lagi, mana boleh dia tetap hidup!"

Sementara itu, Leng-bin-siu-su sudah siuman dari pingsannya, sekian saat ia menggape-gape berusaha hendak merayap bangun, tapi ia sudah tidak kuasa bergerak lagi.

Hun Thian-hi tidak tega, katanya kepada Bian-hok Lojin, "Lukanya sangat parah, tinggalkan saja jiwanya!"

Sementara itu, Leng-bin-siu-su sudah berhasil merayap duduk, dengan gusar ia mendelik teriaknya serak, "Berani kalian melepas aku, kelak tunggulah pembalasanku!"

"Kau ingin menuntut balas? Besar benar tekadmu, mengandal kau sekarang masa kau mampu!" demikian cemooh Bian-hok Lojin.

"Jangan kau takabur, jangan cuma kau ditambah sepuluh orang pun aku tidak gentar terhadap kau, soalnya aku kurang hati-hati sehingga terluka!" demikian maki Leng-bin-siu-su dengan amarah yang meluap-luap.

Mendengar ucapan orang Thian-hi tahu bahwa Leng-bin-siu-su tengah menggunakan akal pancingan supaya Bian-hok Lojin melepas dirinya. Tapi kelihatannya Bian-hok Lojin bukan kaum kroco, dengan tertawa panjang ia berkata,

"Tiada gunanya kau membakar hatiku, ketahuilah aku punya caraku untuk menyelesaikan jiwamu!" habis berkata tubuhnya melejit maju kedua jari tengahnya terangkap telak sekali menutuk jalan darah Sam-kiau-hiat, Leng-bin-siu-su berusaha menghindar tapi apa daya tenaga sudah lemas kontan ia mengeluarkan suara menguak mulut terpentang menyemburkan darah segar.

Thian-hi terkejut, perbuatan Bian-hok Lojin cukup keji, tutukannya itu sekaligus memunahkan ilmu silat dan memecahkan tenaga dalamnya, selanjutnya Leng-bin-siu-su menjadi orang cacat dan tidak akan bisa mengganas pula. Sekuat tenaga ia berusaha merangkak bangun terus mengeloyor pergi tanpa berani banyak cingcong lagi.

Sampai tahap sekarang urusan menjadi beres, hati Hun Thian-hi menjadi lega ia kembalikan pula bola mas itu serta katanya, "Urusan sudah selesai. Karena terpaksa kami menerobos ke tempat terlarang ini, harap Lo-cianpwe suka memberi maaf. Sekarang kami mohon diri."

Bian-hok Lojin menyambuti bola mas itu serta ujarnya, "Sudah, urusan tak perlu diungkat kembali. Selama tigapuluh tahun tiada seorang pun yang tinggal hidup bila berani masuk ke dalam gedung ini. Dan kalian pun tidak punya maksud jahat terhadap bola mas ini, bolehkah kalian silakan saja."

Tiba-tiba Pek Kong-liang membuka mata, teriaknya, "Saudara-saudara, tunggu sebentar!"

"Cianpwe ada petunjuk apa?" tanya Hun Thian-hi membalik.

"Terhitung aku sudah ketemu dengan ahli waris Wi-thian-chit-ciat-sek, kelak pasti kau dapat mengembangkan ilmu pedang tiada taranya ini dan menjagoi seluruh Kang-ouw, untuk itu kau harus menandingi Hui-sim-kiam-hoat Bu Bing Loni, kuharap kau tidak sampai kalah."

"Terima kasih akan petuah Cianpwe!" segera Thian-hi menjura hormat.

Pek Kong-liang manggut-manggut lalu pejamkan mata pula.

Setelah pamitan Thian-hi berempat segera keluar dari gedung kayu itu langsung melanjutkan perjalanan ke arah timur. Belum jauh mereka menempuh perjalanan, terdengar pekik suara burung kumandang di angkasa, tampak seekor burung dewata terbang menukik ke arah mereka. Thian-hi jadi kebat-kebit dan girang pula, entah Ham Gwat atau Bu Bing Loni yang datang.

Kejap lain burung dewata sudah meluncur turun, sekilas pandang dilihat oleh Thian-hi, Bu Bing Lonilah yang bercokol di punggung burung dewata itu, suatu perasaan aneh yang menghantui sanubarinya timbul dalam benaknya. Wibawa Bu Bing Loni betapa pun masih berpengaruh dalam hatinya.

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang