58. Jangan Sekali-kali Bocorkan Rahasia!

2.5K 49 0
                                    

Lam-bing-it-hiong tahu begitu ia turun tangan, pasti Pek Si-kiat juga tidak akan tinggal diam dan menerjang pada dirinya. Cepat ia ayun laras Pek-tok-hek-liong-ting, terus menutuk ke jalan darah Siau-hou-hiat di tenggorokan Pek Si-kiat, hebat benar serangan ini, kekuatannya pun ia kerahkan seluruhnya.

Pek Si-kiat rada kaget menghadapi rangsekan musuh yang lihay, tapi sebagai seorang ahli silat yang waktu mudanya merupakan seorang Gembong iblis juga kepandaian Pek Si-kiat sudah tentu tak terukur tingginya, mana ia gentar menghadapi serangan jurus yang lihay ini. Tiba-tiba ia menggentakkan kaki, seketika tubuhnya mencelat tinggi meninggalkan tempat duduknya, berbareng kedua telapak tangannya terpentang ke kanan kiri terus melancarkan ilmu pukulan Pek-kut-mo-ou-ciang yang pernah menggetarkan kalangan Kang-ouw dulu, dimana kedua tangannya bergerak, dengan setaker tenaganya ia balas merangsak kepada Lam-bing-it-hiong.

Dalam pada itu, waktu Hun Thian-hi melancarkan Thian-wi-te-tong dengan seluruh kekuatan Lwekangnya untuk menghalau senjata rahasia musuh, namun Pek-tok-hek-liong-ting musuh masih menerjang maju terus sampai ke depan dadanya kira-kira setengah kaki baru kena dihalau dan tertangkis jatuh tercerai berai. Betapa kejut hatinya, bahwa Pek-tok-hek-liong-ting ternyata benar begitu hebat, bila musuh melancarkan dua laras senjata rahasia yang lihay ini, jelas dirinya tidak akan mampu melawan. Bila musuh sampai berhasil memproduksi laras-laras senjata rahasia yang hebat ini, mungkin seluruh Kang-ouw ini tiada seorangpun yang bakal mampu melawan.

Pikiran ini hanya berkelebat dalam alam pikirannya, waktu ia berpaling dilihatnya Pek Si-kiat dan Sutouw Ci-ko memang sudah berhasil mengacau balaukan perlawanan musuh dan berada di atas angin, namun selama itu belum berhasil menerjang lolos dari kepungan musuh.

Laksana seekor burung garuda tiba-tiba Thian-hi melompat jauh mencemplak ke atas kudanya terus dikeprak maju, berbareng pedang di tangannya menyerang dengan jurus Gin-ho-sam-sek yang ketiga. Gin-ho-sam-sek merupakan ilmu pedang yang maha sakti tiada taranya. Jurus ketiganya justru merupakan tipu yang paling hebat dan tepat untuk menggempur kepungan, dimana pedang panjangnya berkelebat, hawa pedangnya ikut berkembang melebar, kontan Siang Bu-wong kena terdesak mundur, tanpa ayal mereka bertiga segera menerjang lewat dan terus dibedal menuju ke Giok-bun-koan.

Melihat Thian-hi bertiga berhasil meloloskan diri dengan menghela napas rawan Siang Bu-wong mendelong mengawasi bayangan mereka yang semakin kecil dan hilang dikejauhan. Waktu ia membalik tubuh jauh di arah yang barlawanan sana dilihatnya rombongan Tok-sim-sin-mo tengah mendatangi dengan cepat, sayang kedatangan mereka setindak telah terlambat, Hun Thian-hi bertiga sudah tidak kelihatan lagi bayangannya.

Dari jauh Tok-sim-sin-mo sudah melihat bayangan Siang Bu-wong dan anak buahnya, kontan dingin perasaannya, tahu dia bahwa Hun Thian-hi pasti sudah berhasil meloloskan diri, bila mereka sudah keluar dari Giok-bun-koan jelas dirinya tidak mungkin dapat membekuknya kembali.

Setelah dekat mereka memperlambat lari kuda, cepat Siang Bu-wong beramai maju memapak serunya memberi lapor, "Aku sendiri tidak becus, mereka bertiga sudah lolos pergi."

Tok-sim-sin-mo ternyata mandah tertawa besar, ujarnya, "Siang-lote, bukan salahmu, kami sudah tahu mereka pasti berhasil lolos, cuma coba-coba saja merintangi, bila tidak berhasil tak perlu diambil dalam hati, kelak tentu aku punya cara untuk mengatasinya. Betapapun Hun Thian-hi pasti akan kembali ke Tionggoan, tatkala itu akan kami beri sebuah jalan kematian kepadanya!" habis berkata ia bergelak tawa pula.

"Maksud Pangcu adalah......" Siang Bu-wong bicara ragu-ragu.

Dengan pandangan dingin Tok-sim-sin-mo menyapu pandang seluruh anak buahnya, ujarnya, "Hun Thian-hi tidak lebih seorang bocah angkatan muda, dimana wibawa dan kegagahan kita pada waktu dulu? Masa takut terhadap bocah keroco itu? Aku bersumpah harus membunuhnya lebih dulu sebelum Wi-thian-chit-ciat-sek berhasil ia latih sempurna. Aku harus bunuh dia."

Badik Buntung - Chin TungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang