= EMPAT =

13.1K 573 13
                                    

Suasana kelas di siang hari memang dari dulu selalu membawa hawa tidak menyenangkan. Dimulai dari rasa kantuk, lapar, bosan, terlebih jika energi yang semakin menurun sebanding dengan kondisi emosional yang ikut naik. Alih-alih, kegaduhan pun menjadi bentuk nyata untuk menggambarkan suasana yang membuat batin tiap dosen yang mengajar di siang hari harus kuat.

"Hoi! Hoi! Jangan gaduh!" Seorang dosen setengah baya menggeleng pelan melihat kelakuan mahasiswanya yang sudah tidak betah di dalam kelas.

"Pak, masih lama ya materinya?" Tanya salah satu mahasiswa.

"Enggak! Ini slide yang terakhir."

"YEEEEEEY!!" Sorak semuanya, dosen bernama Pak Ahmad pun hanya berdecak kecil.

Tak lama, terdengar bel dari luar kelas. Tanda jika waktu perkuliahan untuk kelas siang udah usai. Wajah para mahasiswa-mahasiswi yang tadi lemas, lesu, emosi, gusar dan lain sebagainya, langsung berubah menjadi cerah. Waktu isi energi, pikir mereka.

"EH! EH! EH! TUNGGU DULU!" Cegah Pak Ahmad sebelum mahasiswanya keluar kelas semua.

Mereka yang udah mau membuka pintu langsung menghentikan langkah dan menoleh ke arah Pak Ahmad. Seruan Pak Ahmad kepada mahasiswanya untuk kembali duduk direspon keluhan kecil keluar dari bibir mereka.

"Jangan keburu keluar gitu. Tadi, bapak lupa mau ngasih tugas buat kalian. Jadi, ini bapak ada sepuluh jurnal internasional yang membahas tentang teori new public service. Nanti kalian review ya tiap jurnalnya."

"EEEEEEEHH??" Kaget mereka mendengar bahwa mereka harus mereview sepuluh jurnal.

"Tenang aja! Ini tugas kelompok kok. Jumlah yang ikut kelas ini ada 50 kan, nanti saya bagi setiap kelompok hanya dua orang untuk mengerjakan satu jurnal. Kalo dibagi nanti jadinya ada 25 kelompok ya berarti, dan langsung aja ya pembagiannya sesuai urutan nim kalian. Jadi nanti nim 001 kelompoknya sama nim 002 itu nanti kelompok satu, begitu seterusnya. Nanti, kelompok satu mengerjakan jurnal pertama dan seterusnya juga gitu. Ingat! Semua anggota kelompok harus berkontribusi dalam mengerjakan tugas ini. Jurnal ditulis tangan, rapi. Kalau sampai saya tahu ada satu anak tidak ikut kontribusi, jaminan nilai UAS nanti akan dapat C. Oh iya, tugas dikumpulkan tiga hari lagi ya." Jelas Pak Ahmad panjang lebar.

"Loh Pak kok gitu?!" Protes salah satu mahasiswi.

"Review jurnal ini juga buat kalian belajar. Nanti 80% materi UAS saya ambilkan dari jurnal-jurnal yang kalian review itu tadi. Jadi, jangan banyak protes! Oh iya, kasih tahu temennya yang nggak masuk juga, terutama Akmal Wijaya. Saya lihat dari dua pertemuan terakhir dia tidak masuk kelas." Pesan Pak Ahmad.

"Baik, Pak." Jawab semuanya.

Setelah memberikan tugas, Pak Ahmad pun pamit untuk keluar kelas, sementara para mahasiswa yang ia ajar sibuk meminta soft copy jurnal internasional yang akan menjadi tugas review mereka. Hampir semuanya riuh, tetapi tidak bagi Juni. Cewek itu justru menunggu meja yang terdapat satu komputer itu menjadi agak sepi terlebih dahulu baru nanti dia akan berganti mencopy jurnal yang harus dia review.

"Juni nanti ngerjain tugas sama siapa?" Tanya Anya, teman sekelasnya.

"Eh, kayaknya sih sama Akmal."

"Wah, berarti kamu nanti harus ngabarin si Akmal dong kalo ada tugas."

Eh? Benar juga?

Juni tertegun sejenak. Dia baru menyadari bahwa urutan nomor induk mahasiswanya berdekatan dengan nomor induk mahasiswa milik Akmal. Dan dengan kebetulan yang cukup aneh, dia bernomor urut ganjil dan Akmal bernomor urut genap.

"Juni?" Tanya Anya.

"Eh, iya?" Juni yang sempat tertegun karena memikirkan dia bakalan satu kelompok dengan Akmal, langsung tersadar dari lamunannya.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang