Akmal menambah kecepatan laju mobilnya. Hingga malam ini, tidak, dini hari ini, Akmal lebih menghabiskan waktunya untuk menyusuri jalanan di Surabaya. Sepulang dari rumah Juni tadi pagi, kepala Akmal serasa akan pecah karena ucapan dari Juni. Semua cerita Juni membuatnya bingung bercampur emosi. Ingin dia berulang kali berteriak dan menuduh Juni sebagai pembohong, tetapi ketika Juni menceritakan setiap detail apa yang diceritakan, ingatan dalam pikirannya pun juga terngiang. Seolah menjadi bukti nyata bahwa apa yang dikatakan oleh Juni bukanlah sebuah kebohongan.
Akmal mendadak membanting setir ke arah kiri dan menghentikan mobilnya di jalanan yang sunyi. Untunglah kawasan pertokoan di jalanan yang biasanya ramai itu, kini bagaikan wilayah yang tidur. Semua toko dalam keadaan tutup. Kendaraan yang melintas pun dapat dihitung dengan jari.
Akmal menaruh kedua tangannya di atas setir mobil dan menjatuhkan kepalanya. Pikiran Akmal sedang kalut. Bahkan karena memikirkan semua permasalahan ini, dia sampai tidak menghubungi siapa pun. Baik itu David, Joshua, Tommy maupun Mira.
Mira, kekasihnya.
Entah apa yang akan terjadi kepada dirinya dan Mira seandainya gadisnya itu mengetahui permasalahan ini. Meski tidak menguhubungi Mira, tetapi sekilas tadi berulang kali Mira mengirim pesan bahkan meneleponnya. Masih hilang sehari seperti itu saja, Mira sudah terlihat sangat khawatir, apalagi jika ditambah masalah ini. Akmal tidak ingin membayangkan bagaimana reaksi dari Mira ketika tahu bahwa kekasihnya, Akmal Wijaya, telah menghamili sahabatnya sendiri. Demi Tuhan, Akmal merasa sangat brengsek di sini.
"Sial! Aku harus gimana!" Akmal memukul setir mobilnya lagi.
***
Juni masih memandang langit-langit kamarnya. Dia masih teringat dengan kejadian Minggu pagi dimana Akmal telah mengetahui sendiri mengenai kehamilannya. Berawal dari rasa mual yang tidak bisa dia tahan, dan tanpa sengaja Akmal mengikutinya sampai ke belakang. Sungguh, rasanya Juni ingin kembali menangis ketika mengingat itu semua.
Tangan Juni perlahan bergerak dan mengusap perutnya yang masih datar.
"Adek, Bunda harus gimana?" Gumam lirih Juni. "Bunda mengakui bahwa perbuatan Bunda dengan Ayahmu si Mamal itu adalah salah. Bunda mengakuinya. Tetapi, ini udah terjadi. Bunda juga rasanya tidak ingin percaya dengan semua ini. Terlebih, tadi reaksi dari Ayahmu yang terlihat jelas menolak kehadiran kamu. Bunda sangat benci ketika si Mamal itu berkata seperti kemarin. Bahkan Bunda juga sangat membencinya setelah dia merusak Bunda. Adek, entah kenapa Bunda jadi takut. Bunda seperti merasakan akan ada sesuatu yang terjadi, tetapi Bunda nggak tahu itu apa."
Juni menurunkan pandangan dan menatap perutnya.
"Jika ini semua nggak terjadi, mungkin Bunda akan tetap menjadi manusia bodoh karena hati Bunda justru terpaut pada Akmal. Tetapi kini perasaan Bunda yang dulu telah berubah. Bunda sangat amat dan teramat benci sama Ayahmu. Maafin Bunda, sayang. Mungkin, Bunda nggak bisa menepati salah satu permintaan Yangti*. Biarkan Bunda berdosa dengan perbuatan Bunda. Apapun yang terjadi nanti, Bunda akan tetap membesarkan kamu. Tidak perlu ada Ayahmu ikut campur lagi."
Juni memikirkan kembali ucapan Mama beberapa hari lalu untuk meminta pertanggungjawaban dari Akmal atas kehamilannya. Sebelumnya, terpikirkan bagi Juni untuk meminta haknya tersebut. Tetapi, dia lagi-lagi teringat Mira dan belum lagi, mengingat betapa kotornya dia malam itu, rasa amarah Juni terhadap Akmal kembali hadir. Dia telah rusak. Impiannya seolah telah kandas. Meskipun dunia perkuliahan tidak mengambil pusing mengenai kehidupan pernikahan apalagi hamil bagi mahasiswa atau mahasiswinya, tetap saja bagi Juni berbeda. Kondisinya tidak sedang menikah. Tidak ada ikatan sah yang menjelaskan mengenai statusnya. Apalagi di lingkungan sekitarnya, hamil di luar nikah masih menjadi hal yang cukup tabu, tentunya bagi kalangan pelajar. Belum lagi dengan lingkungan kompleks perumahannya yang tergolong lingkungan perumahan yang warganya baik-baik. Anggapan miring dan negatif jelas akan ia dan Mamanya dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNI
Romance[WARNING] [Harap bijak membaca cerita ini. Terima kasih.] Juni adalah seorang perempuan biasa yang tidak jauh berbeda dengan perempuan umur 20an lainnya. Semua yang diimpikan oleh Juni perlahan terwujud satu persatu. Dan sekarang impian lainnya seda...