= DUA BELAS =

9.1K 460 2
                                    

Keramaian anak-anak kecil bermain jungkat-jungkit dan ayunan terlihat sangat jelas di salah satu taman bermain kecil di rumah sakit. Terdapat setidaknya tujuh anak berumur kurang lebih tujuh sampai sepuluh tahun saling mengejar satu sama lain. Menjerit keseruan bersama-sama ketika bermain ayunan dan jungkat-jungkit. Juni sedikit tersenyum melihat salah satu anak yang hampir menangis karena selalu tidak kebagian tempat untuk naik jungkat-jungkit.

"Ehem."

Deheman dari Ega membuat Juni tersadar bahwa dia tidak sendirian duduk di bangku taman saat ini. Mengingat pertemuannya dengan Ega secara mendadak tadi, Juni pun menundukkan kepala dan wajahnya. Tangannya saling bertaut. Pandangan Juni pun hanya tertuju pada satu titik, flat shoes warna biru yang dia kenakan.

"Jadi, bisa kamu jelasin semua ini, Juni? Kenapa bisa kamu keluar dari ruangan poli kandungan?"

Juni terdiam. Tidak lagi bergetar atau menangis seperti sebelumnya. Dia hanya diam.

"H-Hei, kamu kok diem aja sih?" Ega mulai sedikit ketakutan. Semoga apa yang dia pikirkan sepanjang tadi tidak terbukti benar.

"Aku hamil, Ga."

Ucapan lirih dari Juni meruntuhkan semua sangkalan yang dipikirkan Ega. Berulang kali cowok itu mendoktrin pikirannya bahwa Juni tidak mengalami yang namanya kehamilan. Tapi, ucapan lirih seakan tanpa emosi yang baru saja keluar dari bibir Juni, seolah menamparnya bahwa ini adalah kenyataan. Kenyataan yang bagi Ega datangnya bak tiba-tiba.

"Kamu nggak lagi bercanda, kan?!" Ega memutar tubuh Juni. Memaksanya untuk menatap Ega.

Juni menggeleng kecil tanpa suara. Memberikan pernyataan melalui bahasa tubuh bahwa apa yang dia katakan adalah kebenaran. Bukan candaan.

Ega melepaskan genggamannya pada kedua bahu Juni. Dengan gerakan kaget, perlahan punggung Ega menabrak sandaran bangku taman. Semua yang baru saja dia dengar masih belum dapat sepenuhnya dia cerna. Rasa kaget dan syok masih bercampur jadi satu. Mempengaruhi otaknya untuk berpikir cepat. Tangannya terangkat dan mengusap rambut cepaknya dengan kasar.

Ada jeda tanpa obrolan di antara Juni dan Ega. Juni hanya diam dan masih menunggu reaksi dari Ega. Sedangkan cowok berkacamata di sebelahnya itu, seperti telah mendapatkan kembali logikanya untuk berpikir. Setelah menghembuskan napas dengan sangat berat, Ega kembali menatap Juni.

"Siapa, Jun? Siapa laki-laki brengsek yang ngelakuin ini semua ke kamu?!" Ada nada amarah di dalam pertanyaan Ega.

"A-Aku nggak bisa bilang, Ga." Cicit Juni.

"Kenapa?!"

"A-Aku..."

"Cowok itu tahu kamu mengandung anaknya?!"

"E-Enggak."

Gusar, kembali Ega mengusap wajahnya.

"Jun, tolong kamu jujur sama aku, siapa laki-laki itu?! Aku perlu tahu, Jun! Aku bakalan buat perhitungan dengan cowok brengsek itu!"

Juni tersentak. Ega hendak membuat perhitungan dengan Akmal? Tidak boleh! Ega tidak boleh berbuat seperti itu. Akmal tidak boleh sampai tahu tentang kehamilannya. Akmal adalah laki-laki yang dicintai oleh Mira. Kalau sampai Akmal tahu kehamilannya, bagaimana dengan Mira?

Sahabatnya itu pasti akan terpukul sekali jika tahu keadaan yang sebenarnya. Lagipula, Mira baru saja bahagia. Dia baru saja kembali bersama dengan Akmal setelah berpisah karena sebuah salah paham. Lalu jika sampai Akmal tahu dan dipaksa untuk bertanggung jawab oleh Ega, tentu saja akan menyakiti hati Mira. Dia tentu saja akan kehilangan sahabat tercintanya tersebut karena permasalahan ini. Juni tidak sampai setega itu untuk merusak persahabatannya dengan Mira.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang