= TIGA PULUH SEMBILAN =

7.5K 372 12
                                    

— Should We Take A Divorce Way? —

***

Dalam hidup Revando Faddli Mahardika, belum pernah ia mengalami situasi yang menyulitkan dirinya sendiri. Revan adalah tipikal cowok yang teliti dan selalu antisipasi dalam mengerjakan berbagai hal. Baik dalam urusan pekerjaan maupun urusan kehidupan. Nggak heran kalau Revan memiliki julukan sosok perfect on every duties in every situation, julukan yang diberikan teman-teman seangkatannya ketika kuliah dulu.

Tapi, kalau dalam kondisi yang nggak siap dan sulit diterka seperti saat ini, Revan sendiri jadi ragu apakah julukan dari teman-temannya tadi benar-benar ditujukan padanya. Kalau ngomongin masalah tugas yang udah jelas arah dan tujuannya, bisa dibilang Revan tentu mau menerima julukan tadi. Tapi kalau dalam kondisi satu lift dengan cewek asing yang sedang menangis hebat lalu tiba-tiba pingsan tepat saat dia menahan tombol close door, Revan harus ambil langkah apa?

"Siyal! Sekarang dia malah pingsan lagi! Oh shit!" Revan menggaruk kepalanya dengan sebelah tangannya yang bebas.

"Mana sekarang udah di lobi lagi! Duh! Ya masa gue tinggalin nih cewek di sini?!" Revan mendecak gelisah.

Revan berpikir keras. Sudah ada hampir satu menit dia dan Mira dalam lift di lantai lobi. Revan memikirkan segala kemungkinan dan resiko yang akan terjadi kalau semisal pintu lift udah terbuka dan tepat saat orang-orang masuk. Ia mulai mencoba berpikir layaknya orang-orang itu apabila melihat kondisinya. Katakanlah begini, saat pintu terbuka, ada seorang cowok dan cewek berdua saja, tapi kondisinya si cewek pingsan. Kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya adalah: Pertama, orang akan berpikir Revan telah melakukan sesuatu pada si cewek. Kedua, Revan bisa-bisa dituduh telah melakukan kekerasan pada si cewek sehingga membuatnya pingsan. Ketiga, kemungkinan ketiga yang paling parah, Revan bisa dituduh telah melakukan percobaan pembunuhan pada si cewek, ya walaupun terdengar agak lebay, tapi ya bisa saja kan, namanya juga kemungkinan. Dan dari semua kemungkinan, Revan merasa ia akan berada diposisi yang jelas dirugikan.

"Ya terus gue harus gimana dong ini?! Masa nih cewek harus gue bawa ke apartemen gue?!" Decak Revan.

Tunggu! Bawa ke apartemen?

Itu dia!

Kenapa nggak gue bawa aja ke apartemen dan nunggu dia bangun?!

Tanpa ba-bi-bu lagi, Revan segera bergerak dan meninggalkan posisinya untuk menahan pintu lift. Ia segera mengambil posisi siap menggendong Mira dalam  gendongan bridal style. Meskipun baru pertama kali menggendong cewek dalam posisi tersebut, jujur saja Revan merasa nggak enak pada Mira yang sedang pingsan.

"Sorry yah Mbak, gue nggak bermaksud jahat atau aneh-aneh, tapi kalo elo tetap dalam posisi pingsan, sementara orang lain cuma lihat kita berdua, yang rugi banyak adalah gue!" Gumam Revan sambil menggendong Mira.

Tak lama setelah menggendong Mira, pintu lift terbuka. Benar seperti dugaan Revan, orang-orang banyak menatapnya dengan pandangan heran dan curiga. Revan yang paham situasi hanya tersenyum canggung pada orang-orang tersebut. Tapi, dapat Revan rasakan kalau pandangan mereka masih membawa rasa curiga. Akhirnya Revan angkat bicara.

"Maaf ya, istri saya ketiduran." Bohongnya.

***

Revan dengan perlahan menidurkan Mira di ranjangnya. Ia melepas sandal Mira dan menaruhnya di samping ranjang. Revan juga nggak lupa menyingkapkan selimut tebalnya dan menutupi tubuh Mira. Baru kali ini rasanya Revan membawa cewek di apartemen baru miliknya, apalagi cewek asing pula. Kalau sekilas sih Revan merasa dirinya bagai cowok-cowok tokoh cerita roman yang dengan mudahnya membawa cewek ke apartemen mereka. Tapi bedanya, kalau mereka sih nggak cuma membawa cewek aja, tapi ada apa-apa. Sedangkan Revan, boro-boro mau apa-apa, wong yang dibawa cewek pingsan karena nangis ngejer.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang