= DUA PULUH SEMBILAN =

6.7K 340 3
                                    

– Drop Out –

***

BRAK!

Mira membuka ruangan kantor jurusannya dan menggebrak meja staf administrasi kantor jurusan, Mbak Mega. Mendapatkan gebrakan di meja ketika Mbak Mega sibuk menyusun daftar jadwal sidang mahasiswa, tentu saja membuatnya kaget bukan main. Bahkan rasanya jantung Mbak Mega berasa mau copot.

"WAAA!!" Teriak Mbak Mega. "Kamu ini ngapain sih, Miranda?! Bikin jantungan aja!!" Protes Mbak Mega setelah tahu siapa yang hampir membuatnya jantungan.

"MBAK!! JUNI BENERAN DROP OUT?!! KENAPA MBAK?!!" Mira memelototkan matanya pada Mbak Mega.

Mbak Mega melepas kacamatanya dan menghembuskan napas pelan.

"Mbak juga nggak tahu. Kalau malasah anak drop out itu kaitannya sama Bapak Kajur, Dekan dan Rektor*. Mbak sih nggak tau apa-apa."

Mira geram sendiri karena belum puas menemukan alasan kenapa sahabatnya itu mendadak drop out dari kampusnya. Ubun-ubun Mira seperti mendidih karena terlalu banyak emosi dan berpikir keras. Hembusan napas yang keras menjadi lampiasan baginya.

"Pak Kajur sekarang ada di dalam nggak, Mbak?! Aku mau ketemu beliau!" Paksa Mira.

"Kalo Bapak... Em, kayaknya masih ada agenda rapat sama Bapak Dekan deh, Mir."

"Baliknya kapan, Mbak?!"

"Wah kurang tahu juga. Bisa sampai sore kalau nggak malam sih." Jelas Mbak Mega sambil memasang kacamatanya kembali.

Mira mengepalkan kedua tangannya, tanda dia kesal.

Mbak Mega yang melihat wajah kecewa bercampur emosi pada Mira menjadi penasaran. Sebenarnya, staf administrasi kantor Jurusan Administrasi Publik itu sudah penasaran akut perihal dua minggu lalu ada salah satu mahasiswi memberinya surat pengunduran diri menjadi mahasiswa. Kala itu ketika ditanya, Mbak Mega yang mengetahui nama mahasiswi itu Almanda Juniara, Juni hanya tersenyum kecil sambil berucap bahwa ada permasalahan yang rumit. Dan berhubung sekarang sahabat Juni ada dihadapannya, Mbak Mega pun mencoba untuk kembali bertanya pada Mira.

"Memangnya, temen kamu itu lagi ada masalah apa to Mir? Kok sampai mengajukan surat drop out kayak gitu??" Tanya Mbak Mega.

"Kalaupun aku tahu, Mbak, nggak mungkin aku sekarang berdiri di sini sambil menggebrak meja Mbak Mega." Sahut Mira dengan wajah sendu.

"Aslinya sayang juga sih kenapa dia harus sampai drop out di penghujung semester akhirnya. Apalagi dia juga tergolong mahasiswi cerdas. Padahal kalau ada masalah 'kan dia mungkin bisa konsultasi ke dosen walinya, jadi nggak sampai mengganggu kuliahnya." Mbak Mega menggelengkan kepala pelan.

"Masalah?!" Kaget Mira.

"Iya, teman kamu itu dua minggu lalu ngomong kalau lagi ada masalah rumit yang sampai mengganggu perkuliahannya. Waktu aku tanya masalah apa, dia cuma tersenyum aja." Cerita Mbak Mega mengingat minggu lalu di pertemuan terakhirnya dengan Juni.

"Jadi, Juni memberikan surat pengunduran diri waktu awal liburan??!!"

Mbak Mega mengangguk mengiyakan.

"Kalo gitu aku pulang dulu deh Mbak. Besok aku kesini lagi buat ketemu Pak Kajur."

"Oke. Kalau ketemu Bapak mendingan pagi jam delapanan aja. Beliau datangnya jam segitu dan lebih sering di kantor pas pagi. Kalau siang biasanya Bapak sibuk." Pesan Mbak Mega.

"Iya, Mbak."

Mira pun membuka pintu dan berjalan keluar dari kantor Jurusan. Ia menghirup napas dalam dan menghembuskannya dengan keras. Mira menunduk dan mengamati lantai lorong kantor jurusan di fakultasnya. Ia kembali mengingat obrolan kemarin siang dengan sesama teman satu dosen pembimbing ketika dia sedang antri menunggu giliran untuk bimbingan skripsi ke dosennya. Hal pertama yang membuatnya kaget bukan main adalah berita bahwa Juni memilih untuk mengundurkan diri. Dan yang membuatnya semakin kesal, ternyata Juni sudah resmi keluar dari kampus ini sekitar tiga hari yang lalu. Dan yang lebih membuat Mira merasakan sesak pada hatinya adalah karena dia harus mendapatkan kabar mengejutkan itu dari orang lain, bukan dari Juni yang notabene adalah sahabatnya sendiri.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang