= DUA PULUH =

10.2K 553 13
                                    

Buat yg dengerin media sambil baca, enak pake headset deh. Feelnya mungkin lebih kerasa, hehehe...

***

Juni menatap bangunan di depannya. Akmal telah berjalan mendahuluinya dan memasuki rumah bercat putih dan berbentuk minimalis tersebut. Juni meneguk ludahnya dengan berat hati. Dia pun menoleh kanan kiri untuk melihat sekitarnya.

Sepi.

Meskipun wilayah perumahan, tetapi lingkungan di tempatnya berada saat ini tergolong sangat sepi. Berbeda sekali dengan kompleks perumahan dimana Juni tinggal. Meskipun sama-sama perumahan, setidaknya masih ada pedagang keliling dan pengguna jalan yang berseliweran di jalanan depan rumahnya. Sedangkan di sini sangat berbeda. Mobil atau motor saja tidak ada yang lewat. Dan hanya mobil Akmal saja yang terparkir di sana.

"Juni! Ayo buruan sini!" Akmal keluar dari rumah berpagar putih tadi dan kembali menyeret Juni untuk mengikutinya.

Hal pertama yang Juni lihat saat memasuki halaman rumah yang didominasi warna putih itu adalah banyak motor yang terparkir di area berpaving dekat dengan taman kecil yang dimiliki rumah itu. Dapat Juni lihat pintu rumah itu juga terbuka lebar. Samar-samar Juni melihat beberapa orang berada di ruang tamu rumah tersebut. Lagi, Juni merasa takut saat Akmal menggandengnya untuk memasuki rumah itu.

Juni berhenti mendadak, hendak menarik tangannya. Akmal pun ikut berhenti dan menoleh ke belakang menatap Juni.

"Kenapa?"

"A-Akmal, ini rumah siapa? K-Kita balik aja ya." Pinta Juni.

Akmal diam sejenak. Dia pun sepenuhnya berbalik badan dan memegang kedua bahu Juni.

"Kamu tenang aja, okay." Pinta cowok itu.

Meskipun Juni berulangkali memberi sugesti pada pikirannya untuk membenci laki-laki di depannya ini, entah kenapa setiap Juni tanpa sengaja menatap mata kelam Akmal, rasanya hati Juni melunak. Rasa bencinya jadi sedikit berkurang. Ah, ini mungkin saja efek dari rasa sukanya pada cowok itu sehingga rasa benci yang seharusnya timbul jadi terhambat. Juni, ingatlah dia adalah cowok brengsek yang merusakmu!

Juni terkesiap.

"Nggak!" Juni bergerak dan melepaskan diri dari kungkungan Akmal pada bahunya.

"Juni, kita udah sejauh ini sampai di sini. Lebih baik kamu turutin aja apa kataku!" Akmal menatap dingin pada Juni.

Juni merasa cukup takut saat mata kelam Akmal terlihat menakutkan. Dia pun melirik ke arah lain guna menghindari tatapan dingin itu. Juni tidak menyukai tatapan itu. Entah dari Akmal ataupun dari siapa saja. Baginya tatapan dingin yang diterima rasanya seperti mendapat tatapan mencemooh tentang dirinya.

"Ayo."

Lagi, Juni terpaksa pasrah ketika Akmal kembali menggandeng tangannya untuk memasuki rumah bercat putih tersebut.

***

"AAAAAARGH!"

Teriakan dari salah satu ruangan beserta isak tangis perempuan di dalam sana membuat Juni berjinggit kaget. Dia langsung menoleh ke arah Akmal. Mengetahui raut ketakutan di wajah Juni, Akmal yang duduk di sampingnya hanya mengelus permukaan tangan Juni. Akmal hanya bersikap ingin menenangkan Juni.

Tersadar dengan perbuatan Akmal itu, Juni langsung menarik tangannya kembali. Dia merasa tidak sudi jika tangannya dipegang bahkan dielus oleh Akmal. Juni menatap sekelilingnya. Ada beberapa pasangan yang duduk sama sepertinya. Rasa penasarannya kembali menyeruak. Apakah Akmal membawanya ke salah satu klinik? Tetapi jika memang itu klinik, kenapa tidak terdapat papan namanya?

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang