= EMPAT PULUH EMPAT =

7.3K 464 93
                                    

— If Only Time Machine is Exist —

***

Juni menatap sebuah rumah kos-kosan yang berada di sekitaran kompleks dekat kampusnya. Pandangan sendu bercampur ragu menyelimuti mata Juni. Pandangannya menerawang cukup jauh berharap dapat menelisik salah satu kamar yang ada di rumah tersebut dan menemukan sosok Mira.

Sejak kejadian seminggu yang lalu, Juni pada akhirnya mengambil sikap. Nggak benar kalau ia hanya diam saja tanpa berbuat sesuatu. Apalagi, Akmal juga seminggu ini selalu terlihat murung, bahkan Juni lebih sering melihat Akmal jarang berbicara dan lebih banyak diam. Dan Juni nggak suka dengan suasana gloomy tersebut di dalam kediamannya.

"Aku harus ambil tindakan. Meskipun Akmal nggak tahu aku ke sini, tapi aku harus ketemu Mira dan menjelaskan semuanya." Bisik lirih Juni sambil menyeberang jalan.

Kini ia telah sampai di depan gerbang kos Mira. Tangannya hendak menekan bel rumah kos yang berada di sebelah pintu pagar, tetapi ia urungkan saat ada seseorang menegurnya dari arah belakang. Dengan gugup, dilihatnya sosok gadis berkerudung menatapnya bingung dan heran.

"Siapa ya?" Tanya gadis itu.

"A-anu... M-Miranda... ada Mbak?" Tanya balik Juni. "S-saya Dea, temennya Mira." Bohong Juni tentang identitasnya.

Cewek berkerudung pink itu menelisik penampilan Juni dari atas ke bawah. Pandangannya sedikit tidak mengenakkan saat gadis itu lebih banyak memperhatikan perut besar Juni. Dan karena merasa nggak nyaman, Juni menggerakkan tangannya untuk menutupi perutnya. Ia risih.

"Oh... temennya Mbak Mira. Masuk aja, Mbak. Mbak tunggu di teras dan duduk aja di kursi. Saya panggilin Mbak Mira dulu." Ucap gadis tersebut sambil membuka lebar pagar kos dan berjalan mendahului Juni.

"O-oh iya."

Akhirnya Juni mengikuti gadis di depannya dan duduk di kursi yang ada di teras kos. Cewek yang satu kosan dengan Mira lantas masuk ke dalam dan berkata akan memanggil Mira. Karena sifat kosnya Mira yang ketat dan nggak sembarang orang boleh masuk, akhirnya Juni disuruh untuk menunggu.

"Oh iya, Mbak. Tolong bilang ke Mira kalo saya mau ngomongin masalah bimbingan skripsi bersama." Bohong Juni lagi. Dan cewek tadi mengangguk paham.

Maaf Mir, aku terpaksa bohong sebagai Dea agar kamu mau nemuin aku...

***

Mira terkesiap saat ada yang mengetuk kamarnya. Ia lantas bangkit dari tiduran dan membuka pintu. Dilihatnya Ratna, teman sekosan Mira, sedang berdiri di depan pintu. Dengan wajah yang tak berseri, Mira bertanya pada Ratna.

"Ada apa, Na?" Tanya Mira.

"Ada temenmu tuh di teras. Namanya Dea kalo nggak salah. Mau ngomongin masalah bimbingan gitu katanya." Jelas Ratna.

Mira memiringkan kepalanya sejenak. "Kenapa nggak kamu suruh masuk aja biar nanti dia ke kamarku?" Tanya Mira lagi.

"Eh kasian lho Mbak kalo naik tangga gini. Makanya tak suruh nunggu di luar." Terang Ratna lagi.

Hah? Kasihan? Emang Dea lagi bawa banyak barang apa?

"Oh... yaudah deh aku turun aja sekarang."

Mira lantas menutup pintu kamar dan berjalan menuruni tangga. Ia berjalan menuju teras depan. Ketika pintu sudah ia buka, bukan sosok Dea yang Mira lihat. Justru ia melihat Juni sedang duduk dan menatapnya dengan pandangan sendu bercampur lega. Emosi Mira kembali hadir. Ia mendecak kesal saat matanya bersiborok dengan mata Juni.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang