= ENAM BELAS =

9K 524 18
                                    

Juni melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamar mandi yang disediakan di ujung koridor. Sedari tadi dia sudah menahan rasa mualnya sejak naik angkot. Dan pagi ini, sebelum kelas dimulai dia segera berbelok cepat untuk bergegas memuntahkan isi perutnya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, morning sickness-nya kini terlihat lebih intensif. Dan ketika dia sudah sampai di kamar mandi, lagi-lagi hanya cairan bening yang keluar. Juni segera mengguyur closet tersebut.

Juni bangkit dari posisinya dan mengelap bibirnya dengan tisu wajah yang selalu dia bawa. Dengan pelan dia mengusap perutnya.

"Kamu jangan gini terus dong, Dek. Masa tiap aku makan, kamu kayak nolak semua nutrisi yang aku bagi sama kamu?" Bisik lirih Juni.

Pagi ini, Mama memasakkan Juni sayur asam dengan pepes tongkol sebagai menu sarapan bagi Juni. Sejak mengetahui Juni mengandung, Mama semakin selektif terhadap menu yang akan disantap oleh Juni. Semua masakan dari Mama tidak pernah menggunakan penyedap rasa. Bahkan Mama sampai rela pagi-pagi buta pergi ke pasar tradisional untuk berbelanja sayur segar dan membeli buah-buahan untuk nutrisi Juni dan Adek, panggilan Juni untuk calon anaknya. Perhatian Mama terhadap Juni yang sedang mengandung ini membuat Juni sangat terharu sekaligus malu. Terharu karena Mama begitu tulus memberikan perhatian untuk dia dan Adek. Malu karena Mama masih mau memberikan perhatian padanya meskipun Juni telah mengecewakannya.

Juni jadi teringat kejadian lusa kemarin. Sepulang Akmal dan Mira, Juni memasuki rumah dan menemukan Mama berdiri di ambang pintu penghubung dapur dan ruang tengah. Saat itu, dengan perasaan sedih bercampur kecewa dan marah, Juni langsung memeluk Mama dan menangis tersedu-sedu lagi. Mama yang kebingungan karena Juni menangis lagi akhirnya menanyakan pada anak perempuannya tersebut hal apakah yang membuat Juni bersedih lagi. Dengan berkata lirih bersamaan dengan isakan, Juni mengakui semuanya pada Mama. Dia menceritakan bahwa laki-laki yang sempat akan dia ungkapkan adalah Akmal. Laki-laki yang baru saja berkunjung ke rumahnya bersama Mira.

Ekspresi Mama kala itu sangat kaget bercampur syok. Setelah mendengarkan semua kejadian yang menimpa Juni, Mama juga ikutan menangis. Memikirkan nasib anaknya yang malang sekali. Juni mengandung anak Akmal, tetapi Akmal adalah kekasih Mira. Terlebih, Akmal masih belum tahu bahwa Juni mengandung anaknya. Sembari menenangkan anaknya, Mama berusaha untuk memberitahu Juni bahwa Akmal juga berhak tahu mengenai kondisinya. Terlebih, laki-laki itu harus mau mempersuntingnya. Mama berkata bahwa itu demi kebaikan Juni dan anak yang ada di rahimnya.

Juni termenung mengingat kejadian itu.

Haruskah Juni memberi tahu Akmal?

Tetapi, Juni sangat membenci Akmal saat ini. Dan juga, sepertinya tanpa memberitahu Akmal pun Juni akan baik-baik saja. Selama ini dia juga dibesarkan sendirian oleh Mama sejak kematian Papanya di usia masih kecil. Jadi, seharusnya Juni juga bisa menjadi seperti Mama bukan?

Tapi, ini beda permasalahan. Jika Mama membesarkan Juni sendirian karena Papa telah meninggal. Ada status pernikahan untuk Mama dan Papa. Sedangkan Juni belum berstatus menikah tetapi sudah mengandung anak. Anggapan miring dan pandangan negatif tentu akan bertubi-tubi diterimanya, meskipun untuk saat ini masih belum. Tetapi, jika anak ini sudah lahir, pasti banyak cemoohan dari keluarga besar, tetangga, dan bahkan teman-teman kuliahnya.

Juni menggigit bibir bagian dalamnya tanda dia kesal bercampur bingung.

Entahlah, Juni sedang tidak ingin memikirkan semua itu sekarang. Saat ini lebih baik Juni berfokus untuk mengejar ketertinggalannya selama absen di beberapa kelas. Banyak tugas Juni yang menumpuk selama dia bolos kuliah. Dan sekarang waktu juga sudah menunjukkan tepat pukul 07.30. Itu artinya dosennya akan masuk kelas. Dengan cepat, Juni pun bergegas meninggalkan toilet.

Ketika sampai di luar kamar mandi, tanpa sengaja Juni berpapasan dengan sosok Akmal. Tubuhnya terdiam seketika.

"Juni? Kamu udah masuk kuliah? Kok aku nggak lihat kamu di kelas kepemimpinan kemarin?" Tanya Akmal.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang