= LIMA PULUH LIMA =

9.4K 497 30
                                    

—— Menantu Kesayangan —

***

"Jun... Juni... Bangun, Jun."

Juni menggeliat dalam tidurnya. Samar-samar ia mendengar seseorang memanggilnya. Dengan pandangan masih kabur khas orang yang baru bangun tidur, Juni berusaha membuka lebar matanya untuk bangun. Hal pertama yang ia lihat adalah dagu yang kokoh. Ada sedikit bulu-bulu halus pada dagu tersebut.

"Hei... Ayo bangun. Udah Subuh nih." Bisik suara yang memanggilnya tadi.

Juni sedikit menggerakkan bola matanya untuk dapat melihat si pemilik dagu. Seketika matanya langsung bersiborok dengan mata teduh Akmal yang gelap. Lelaki itu tersenyum lembut. Ada sedikit hembusan napas yang Juni rasakan dari Akmal.

Ia melebarkan matanya dikala kesadarannya sudah penuh. Buru-buru Juni bangun dan terduduk di atas ranjang. Wajah yang semula terlihat polos dan nyenyak, kini berganti sedikit kemerahan. Nggak lama, mukanya udah merah semua.

"A-aku udah bangun kok." Ucap Juni gugup.

Terlihat Akmal juga bangun dari tidurnya. Lelaki itu sedikit memutar lengan kirinya dan sesekali menekuk sikunya. Sebenarnya, Akmal sedang merenggangkan tangannya karena semalam tangannya digunakan sebagai bantal tidur oleh Juni. Dan ya... ternyata lumayan kerasa juga semalaman membiarkan tangannya jadi bantal.

"Udah subuh nih. Yuk sholat bareng." Ajak Akmal masih sambil merenggangkan tangannya.

Juni segera menoleh cepat saat Akmal berucap demikian. "Eh?"

"Em, kenapa?" Tanya Akmal begitu Juni menatapnya dengan pandangan heran sekaligus bingung.

"Kamu... sholat?" Tanya Juni dengan polosnya. Sebenarnya lebih tepat kaget.

"Iya. Dan, em, sepertinya mulai sekarang aku akan mencoba jadi pribadi yang lebih baik lagi. Rasanya udah lama juga aku ninggalin sholat. Dan... aku juga mau jadi imam keluarga yang baik untuk kamu dan anak kita. Kalau kita nggak belajar menjadi orang tua yang baik dari sekarang, siapa nanti yang akan membimbing dan mendidik anak kita kelak? Tentunya kita sendiri kan yang memberikan didikan pertama kali pada mereka." Ucap Akmal.

Mendengar ucapan Akmal barusan, perasaan haru memenuhi dada dan hati Juni. Ia nggak menyangka bahwa Akmal sampai berpikiran seperti itu. Dan suaminya tersebut mengatakan semua hal baik yang dilakukan adalah demi keluarga kecil mereka kelak. Juni benar-benar terharu.

Wanita itu lantas tersenyum lembut. "Yuk, sholat bareng kalo gitu."

***

Ega mematikan mesin motor maticnya tepat di depan gerbang kos Mira. Pagi ini, ia ingin menemui sahabatnya itu dan membahas telepon Akmal yang kemarin mendadak bahas hilangnya Juni. Ega cuma nggak mau semua pikiran buruk kenapa Juni sampai menghilang dari rumah karena berasal dari Mira. Semoga aja nggak, pikirnya.

Ega lantas merogoh saku dan menelepon Mira. Tak lama sambungan teleponnya berhasil. Suara Mira terdengar di seberang sana.

"Aku ada di depan kos kamu. Buruan turun. Ada yang ingin aku omongin." Tutur Ega singkat dan jelas.

Setelah berucap demikian, Ega langsung mematikan sambungan. Kini mata hitam kecoklatan pemuda berkacamata itu ganti menatap pintu depan rumah kosan Mira. Menunggu sosok Mira keluar dari sana.

Hanya berselang lima menit, Ega sudah menemukan sosok Mira sedang membuka pintu dan berjalan ke arah pintu gerbang kos. Dengan pakaian yang rapi dan siap kuliah, Mira terlihat membuka kunci gerbang. Cewek itu lantas menghampiri Ega.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang