= LIMA PULUH TUJUH =

6.9K 413 31
                                    

—— Let's Go Home ——

***

"Beneran nih kalian nggak bisa lebih lama di sini?" Terlihat raut murung dan tidak rela di  wajah Ibu Wijaya melihat Akmal dan Juni hendak berpamitan untuk kembali ke Surabaya.

"Nggak bisa, Ma. Kan minggu depan udah mulai ujian. Akmal juga udah janjian sama dosen pembimbing buat bahas skripsi." Jelas Akmal.

"T-tapi kan Juni bisa tinggal. Kamu aja yang balik sendirian." Ibu Wijaya tetap ngotot agar Juni tetap tinggal.

"Ya nggak bisa gitu lah, Ma. Nanti aku bakalan sendirian dong di Surabaya. Kalo aku lagi pengen peluk sama manja-manjaan sama Juni gimana?"

Juni yang mendengar ucapan Akmal barusan, langsung memukul pelan lengan suaminya. Ia melotot kesal bercampur malu saat Akmal berbicara seperti itu di depan ibunya. Sementara Akmal hanya menyengir.

"Hhh... Iya udah, iya. Kalian hati-hati ya di perjalanan." Ibu Wijaya lantas menatap Akmal tajam. "Akmal, kamu harus jagain Juni yang bener lho ya! Awas kalo sampai terjadi apa-apa sama menantu dan cucu Mama!" Tutur Ibu Wijaya sekaligus mengancam putranya.

"Siap, Bu Bos!"

Ibu Wijaya lantas ganti menatap Juni. Ia merentangkan lebar tangannya dan memeluk Juni dengan sayang. Juni pun membalas pelukan hangat ibu mertuanya dengan tulus.

"Nanti kalau ada apa-apa, langsung kabarin Akmal ya. Kalo Akmal sulit dihubungi, kamu hubungi aja Mama. Terus, kalo kamu butuh apa-apa, bilang aja sama Mama. Maaf ya sayang, Papa kamu nggak bisa ikut antar ke bandara. Ada rapat besar dengan jajaran dewan direksi, jadi nggak bisa ditinggal. Tapi, Papa udah bilang Mama buat menyampaikan pesannya ke kamu sama Akmal." Ujar Ibu Wijaya.

Juni tersenyum lembut. "Iya, Ma. Juni paham kok. Nanti kalo ada apa-apa, Juni pasti langsung menghubungi Akmal. Juni juga bakalan sering-sering hubungi Mama sama Papa."

"Iya. Kamu sama Akmal hati-hati di jalan ya, Sayang."

Juni mengangguk dengan paham.

Akmal menggandeng tangan Juni dan berjalan menuju mobil keluarga Akmal. Sopir yang sebelumnya mengantar mereka juga telah memasukkan koper besar milik Juni ke dalam bagasi. Tak lama pintu penumpang dibuka, Akmal dan Juni masuk bersamaan.

"Kami balik dulu ya, Ma."

***

Sepanjang perjalanan menuju bandara, Juni menatap jajaran gedung-gedung tinggi yang menghiasi tiap sudut di Ibu Kota. Akmal yang mengamati Juni, lantas meraih jemari mungil Juni dan menggenggamnya.

"Jakarta ya emang gini. Macet. Banyak gedung-gedung pencakar langit." Ucap Akmal.

"Surabaya juga gitu kok. Satu persatu mulai banyak gedung-gedung tinggi kayak di sini." Balas Juni.

"Yaa tapi kan sampai nggak sebanyak Jakarta sini. Paling cuma beberapa aja kan yang ada di Surabaya. Kalo Jakarta kan karena central capital Indonesia aja, makanya ya banyak. Penduduknya juga padet dan jumlah kendaraan makin meningkat tiap tahun. Makanya kita sampai berangkat 3 jam sebelum keberangkatan kita ke Surabaya." Akmal mendesah.

Juni tersenyum kecil. "Nggak papa. Namanya juga Ibu Kota. Jelas padat dan yaaa macet gini. Yang penting nanti kita sampai bandara dan nggak ketinggalan pesawat aja."

"Hmm... iya sih. Tapi kalo semisal tetep ketinggalan pesawat, bisalah aku hubungi Jeremy, pilot yang kemarin antar aku pake jet pribadi. Biar cepat antarin kita ke Surabaya. Tapi kamu maksa buat tetep pake pesawat komersial. Yaudah aku nurut aja."

"Hehehe... Ya gimana yaa... Kalo naik pesawat dengan banyak orang tuh kayak seru aja, Mal."

"Serunya dimana? Bukannya tambah berisik dan bising?"

"Um... Gatau. Aku ngerasanya gitu sih."

"Hmm.. yaudahlah terserah kamu aja, Yang." Akmal mengusap puncak kepala Juni.

"Yang?" Juni memandang heran Akmal.

"Istriku Sayang~" Akmal terkekeh kecil.

Dan sukses membuat raut wajah Juni kemerahan karena malu mendengarnya.

"Boleh kan mulai sekarang aku panggil kamu Sayang?" Tanya Akmal sembari mendekatkan dirinya pada Juni.

Dengan wajah malu-malu, Juni menanggapi pertanyaan Akmal dengan anggukan kepala kecil. Gemas banget, batin Akmal.

"Ya ampun gemes banget sih sama istri mungilku ini!" Akmal menahan rasa gemasnya buat memeluk Juni, dan berganti mencubit pipi gembul istrinya.

"Apaan siiih... malu ih sama pak sopir!" Asli, Juni tambah malu dengan kelakuan Akmal begitu.

Sementara sopir keluarga Akmal hanya tersenyum kecil sembari melirik sekilas kelakuan dua majikannya yang sedang dimabuk asmara tersebut.

***

"Kamu butuh apa? Mau camilan? Atau minum? Biar aku panggilin pramugari." Ucap Akmal sambil mengusap dan menggenggam tangan Juni.

Juni menggeleng. "Nggak. Cuma... agak capek karena duduk terus. Punggungku rasanya nggak enak." Ucap Juni.

Wajar jika Juni mengeluh punggungnya sakit karena terlalu lama duduk. Pagi ini pesawat mereka mengalami penundaan penerbangan. Alhasil keduanya harus menunggu 1.5 jam dari jam keberangkatan. Dan Akmal sudah kesal bukan main karena dia mengkhawatirkan kandungan Juni.

"Tuh kan aku bilang juga apa. Mending pake jet pribadi aja, Yang. Kalo pesawat komersial kayak gini, sering delay. Aku nggak tega sama kamu yang lagi hamil, Sayang." Terlihat raut kesal bercampur khawatir di wajah Akmal.

Juni terkekeh kecil. "Nggak papa kok, Mal. Kan Adek kuat. Aku juga harus kuat dong."

Gemas melihat raut senang bercampur imut wajah istrinya, Akmal lantas mencolek sekilas ujung hidung Juni dan mengusap puncak kepalanya.

"Kok bisa sih kamu tuh imut dan gemas jadi satu gini. Jadi nggak sabar pengen balik ke rumah kita sendiri terus pelukin kamu seharian." Bisik Akmal.

"Apa sih?" Juni geleng-geleng sekilas saat mendengar ucapan Akmal barusan.

"Eh, beneran, Sayang."

"Kok kamu jadi gombal gini sih." Kekeh Juni.

"Ya kan gombalnya ke istri sendiri." Kekeh Akmal sambil menyentil ujung hidung Juni.

Perlahan tangan Akmal terangkat dan mengusap perut Juni. Diusapnya perlahan sambil tersenyum lembut.

"Mari kita pulang, Nak."

***

Sedikit ya chapter ini? 😅
Hehehe gapapa kan yaa... ide lagi stuck nih. Makanya chapter ini dikit banget.

See you next chapter yaaa 😉
Oiya, stay healthy ya guys dimanapun kalian berada. Semoga kita semua baik-baik ajaa..

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang