= LIMA =

11.1K 528 5
                                    

Juni terlonjak kaget sampai ia reflek mundur ke belakang. Untung aja reaksinya tidak berlebihan seperti teriak. Akmal yang melihat ekspresi kaget Juni hanya semakin memandang aneh pada gadis itu.

"K-Kamu ngagetin orang aja." Ucap Juni.

"Habisnya kamu bertindak mencurigakan." Ucap datar Akmal.

"H-Habis tadi aku disuruh masuk aja sama sodara kamu. Pas aku masuk malah sepi gitu. Y-Ya aku penasaran kamu dimana makanya aku keliling ruangan." Aku Juni.

"Duduk aja disitu." Dengan cueknya, Akmal menyuruh Juni untuk duduk di sofa ruang tamu.

Juni yang mendadak merasa canggung, hanya bisa menuruti ucapan Akmal. Mengekor di belakang cowok itu dan memilih untuk duduk di sofa yang berseberangan dengan Akmal.

Suasana jadi hening.

Terlihat Akmal hanya duduk bersandar tanpa melakukan apa-apa. Sementara Juni hanya duduk manis, dengan tangannya yang saling bertautan di atas pangkuannya. Juni berulangkali mengkedipkan mata, berusaha untuk mengurangi suasana sangat amat canggung ini. Sesekali, dia juga melirik ke tempat Akmal. Dan yang didapatinya hanyalah Akmal yang duduk termenung menatap vas bunga di atas meja dengan pandangan kosong.

Ini anak kenapa ya?

"Em, anu, A-Akmal, bisa kita mulai belajar kelompoknya?" Tanya Juni ragu.

"..."

"Em, Akmal?"

"..."

Sekali lagi tidak ada sahutan. Juni berdeham pelan. Mencoba sekali lagi untuk memanggil cowok di sebelahnya itu.

"A-Ak--"

"Kamu kerjain dulu aja, nanti bagianku tinggal aja di situ."

Akmal berdiri dan berjalan meninggalkan Juni sendirian di ruang tamu. Gadis itu cuma melototkan mata, tudak percaya dengan apa yang barusan dia alami. Dengan santainya Akmal menyuruh Juni mengerjakan bagiannya sementara dia hilang entah kemana.

"Akmal tunggu!" Tiba-tiba Juni berteriak dan sempat menghentikan langkah Akmal sebelum memasuki kamarnya.

"Kenapa?"

"Harusnya aku dong yang tanya gitu. Kamu itu yang kenapa? Aku udah jauh-jauh dan capek-capek datang kesini tapi kamu malah mau pergi gitu!" Protes Juni.

"..."

"..."

"Terus?"

Juni jadi geram sendiri.

"Ya kamu jangan ninggalin aku gitu dong! Ayo kita ngerjain tugas kita bareng-ba--"

"Udah kubilang kerjain bagianmu dulu."

Juni mendadak merasa tidak enak setelah Akmal berucap dengan ekspresi gelap sedemikian rupa. Tak ingin berdebat lebih lanjut, Juni pun akhirnya kembali duduk dan dengan diam mengeluarkan peralatan tulis dan juga jurnal yang akan direview.

Akmal masih memandang pergerakan Juni dengan tatapan dingin. Tak berselang, dia pun langsung berbalik dan pergi memasuki kamarnya.

***

Udah setengah hari Juni konsentrasi mengerjakan review jurnal bagiannya. Sebenernya dia udah merasa pegal apalagi bagian belakang leher karena sedari tadi dia terus menunduk sambil menulis. Saat sedang rileksasi sejenak, Juni memandang kamar Akmal yang sejak tadi masih tertutup.

"Nih cowok kenapa ya?" Gumamnya lirih.

Juni kembali mengamati tugasnya. Walaupun dia udah mengerjakan review bagiannya, tetapi dia belum selesai juga. Ia mendesah kecil. Kenapa dia harus seapes ini mendapatkan jurnal internasional tetapi yang punya sekitar 20an lembar halaman. Dan jujur aja, Juni sekarang mulai kehausan.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang