"Mama udah bawa Antimo?" Tanya Juni seraya membantu supir taksi untuk menurunkan koper sedang mamanya.
"Iya. Mama udah beli di apotik deket klinik. Kamu nanti hati-hati kalo pulang."
Juni mengiyakan. Dia pun memeluk mamanya sebelum sang ibu berbaur dengan para staff klinik tempat kerjanya. Rencananya hari ini ada pelatihan pengembangan diri yang harus diikuti para staff kecil di klinik tempat mamanya Juni bekerja selama dua hari satu malam. Pelatihan yang cukup konyol sebenarnya menurut Juni. Kenapa mamanya harus ikutan juga gitu, padahal mamanya kan juga udah lama kerja di klinik bagian staf administrasi. Ya maklum aja sih, kepala klinik kan baru aja ganti. Mungkin cara kerja metode kepemimpinannya agak beda sama Pak Fadlan, kepala klinik sebelumnya yang pindah ke klinik cabang lainnya.
"Lagian Juni heran deh, kenapa mama kok bisa ikut-ikutan pelatihan kayak gini. Harusnya staff yang muda-muda gitu." Keluh Juni, yang sebenarnya nggak ingin mamanya ikutan.
"Hahaha... Nggak papa kali, sayang. Sekali-kali kan nggak masalah. Mama juga baru kali ini ikut pelatihan." Mamanya membelai surai hitam Juni dan menyelipkan sebagiannya ke belakang telinga.
"Tapi ya agak nggak match gitu, Ma. Umumnya sih yang ikut pelatihan itu yang masih muda. Yang fresh, yang tenaganya masih bisa buat traveling setahun penuh."
"Udah kebijakan dari atas kayak gitu, Sayang."
"Yaudah deh, mama pokoknya hati-hati ya. Kalo pilih tempat duduk yang agak depanan aja. Biar nggak mabuk darat."
"Iya sayang. Mama juga lebih suka duduk di depan kalo naik bis. Udah kamu pulang sana. Katanya mau ada kerja kelompok sama temenmu."
Oh iya.
Juni ingat dia harus ke apartemen Akmal dan mengerjakan sisa tugas review jurnal yang belum selesai kemarin. Sebenernya sih, Juni agak malas kalo harus kembali ke apartemennya Akmal. Takutnya sih bakalan dapet perlakuan yang sama dari cowok itu kayak kemarin. Datang-datang dicuekin, diacuhin, dan tugas pun lelet dikerjain. Males deeh...
"Em, iya, Ma. Abis ini mau langsung kesana juga kok."
Akhirnya, setelah semua staff bagian administrasi dan sebagian staff bagian asuransi sudah berkumpul di depan klinik. Bis kecil muatan untuk tiga puluhan orang juga udah terparkir rapi. Mama Juni pun melambai pada anaknya ketika mulai memasuki bis tersebut. Juni membalas lambaian mamanya sebelum dia masuk pada taksi yang ia tumpangi tadi.
Juni pun menggumamkan alamat yang ia tuju sekarang. Alamat dimana apartemen Akmal tinggal. Juni mengecek waktu yang tertera di jam tangannya. Udah pukul satu ternyata. Waktunya jam makan siang sih. Juni berpikir sebentar. Mungkin diperjalanan nanti dia bisa minta tolong ke supir taksi untuk menghentikannya di salah satu rumah makan favoritnya untuk beli makan buat mereka berdua. Bukan maksud apa-apa sih, hanya aja Juni merasa nggak enak setelah kemarin si Akmal membelikan makan dirinya.
***
Ding dong! Ding dong!
Ini udah bel keempat yang dipencet oleh Juni di depan pintu apartemen Akmal. Namun, si pemilik rumah belum juga membukakan pintunya. Juni menurunkan tangannya dan berkacak pinggang sebelah. Dia menunduk sekilas melihat dua bungkusan nasi ayam geprek yang ia beli dalam perjalanan menuju apartemen Akmal tadi. Juni tidak kehilangan akal, dia pun mencoba berjinjit dan mengintip bagian dalam apartemen Akmal. Dan sia-sia, dia hanya bisa melihat bagian ruang tengah yabg terlihat sedikit aja. Walau sekilas, tapi Juni tahu sepertinya ruangan tengah kosong.
Apa Akmal keluar ya? Tapi kan kemarin udah janjian bakal kerja kelompok lagi?
Juni pun meletakkan bungkusan yang nanti akan jadi makan siangnya dan Akmal di lantai. Tas punggungnya ja gerakkan memutar hingga berada di depan dada. Tangannya merogoh tas tersebut untuk mengambil ponselnya, hendak menghubungi Akmal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNI
Romance[WARNING] [Harap bijak membaca cerita ini. Terima kasih.] Juni adalah seorang perempuan biasa yang tidak jauh berbeda dengan perempuan umur 20an lainnya. Semua yang diimpikan oleh Juni perlahan terwujud satu persatu. Dan sekarang impian lainnya seda...