= LIMA PULUH TIGA =

8.5K 539 41
                                    

—— I will Find a Way to Fix This Problem ——

***

Juni dan Akmal akhirnya sampai di kediaman orang tua Akmal yang ada di daerah Menteng. Saat beranjak turun dari mobil, bisa Juni lihat sosok Ibu Wijaya berdiri dan siap menyambutnya di pintu depan. Wajah mertua Juni terlihat sangat sumringah begitu matanya bersiborok dengan mata Juni. Senyum tulus dan lebar wanita itu juga terlihat jelas. Dalam hati, Juni merasa tak enak pada mertuanya mengingat tujuan awalnya.

"Aduuh... Menantu Mama akhirnya sampai juga." Ibu Wijaya langsung memeluk Juni begitu sampai di depan pintu.

"I-Iya... Ma..." Juni masih merasa sedikit canggung untuk memanggil ibu mertuanya tersebut.

"Ayuk masuk! Mama udah siapin banyak makanan buat kamu dan Adek." Ucap wanita paruh baya itu antusias sambil merangkul Juni.

"I-Iya, Ma." Juni menyembunyikan rasa herannya karena kedatangannya sepertinya sudah diketahui Ibu Wijaya. Kok bisa?

Juni melirik ke arah Akmal yang berdiri di belakangnya. Terlihat suaminya itu mengendikkan bahu sekilas ketika Juni berkali-kali memberikan kode lewat kedipan mata. Bahkan Akmal juga tersenyum kecil begitu melihat Juni dirangkul oleh Ibu Wijaya dan diseret masuk ke dalam rumah.

"Kamu pasti capek banget ya, Sayang? Tapi, kamu nggak papa kan selama penerbangan? Sebelum terbang, udah minta surat keterangan dari dokter kamu kan?" Ibu Wijaya menatap khawatir pada Juni.

"Nggak papa kok, Ma. Alhamdulillah perjalanan Juni tadi aman dan lancar." Juni tersenyum kecil. "Juni juga udah minta surat keterangan dari Dokter Anita sebelum berangkat."

"Alhamdulillah... Mama seneng banget waktu dapat telepon dari Akmal katanya kamu sama Akmal mau ke Jakarta." Wajah teduh Ibu Wijaya terlihat sumringah.

"I.. Iya, Ma." Lagi, Juni melirik Akmal dan memberikan tatapan heran. Akmal pun seolah-olah pura-pura tak melihat Juni meliriknya.

"Untung aja tadi pagi Akmal ngabarin Mama, jadi Mama masih sempat masakin makanan buat kamu dan masakan kesukaan Akmal. Eh, tapi, Mama kurang tahu nih kamu bakalan suka masakan Mama atau enggak. Kan baru kali ini ya, Mama masakin buat kamu." Kini wajah wanita itu terlihat sedikit cemas.

"Mama tenang aja. Juni orangnya nggak pilih-pilih kok, Ma. Dia cuma nggak kuat sama makanan terlalu pedas aja." Sambung Akmal cepat.

Mendapat penjelasan dari suaminya, Juni kembali menatap Akmal. Ia lantas sedikit memiringkan kepalanya. Ternyata Akmal tahu kalau Juni nggak terlalu suka makanan pedas?

"Oh ya? Waah... Mama juga nggak suka makanan terlalu pedas. Mama punya riwayat asam lambung sih. Jadi, nggak berani kalau makan yang pedas-pedas. Beda nih sama Akmal sama Papanya. Suka banget makanan pedes." Ibu Wijaya geleng-geleng kepala.

"Iya, Ma. Tiap Juni masak, sambal itu kewajiban kalo buat Akmal." Terang Juni.

"Nah, iya kan! Alhamdulillah kalau kamu tahu kesukaan Akmal."

Sambil berjalan memasuki rumah besar dan mewah milik keluarga Wijaya, Juni mengamati sekitarnya. Nggak heran kalau Akmal bisa saja tinggal di apartemen mewah, rumahnya saja semewah ini. Dan dengar-dengar, kawasan Menteng ini terkenal sebagai kawasan perumahan elit. Banyak artis atau pengusaha yang tinggal di kawasan ini. Dan Juni sepertinya percaya itu.

"Ma, aku sama Juni ke kamar dulu ya. Mau naruh barang kita dulu sama sekalian biarin Juni istirahat bentar. Dia pasti capek." Ucap Akmal sambil menahan langkah Juni dengan menggenggam tangan mungil istrinya.

"Iya. Nanti kalo udah istirahat cukup langsung turun ke bawah ya. Kan jam makan siang udah lewat. Kasian Juni sama Adek kalo kelaparan." Tukas Ibu Wijaya.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang