= DUA PULUH SATU =

9.8K 475 13
                                    

- Madness -

***

Ega menghentikan laju motornya. Kali ini dia merasa kesal setengah mati karena kehilangan jejak mobil Akmal yang dia ikuti sedari tadi. Kalau saja tadi di jalan tidak ada ibu-ibu penguasa jalan, mungkin dia tidak akan kehilangan Akmal dan Juni. Ega mendumel karena teringat kejadian di jalan tadi.

"Sialan! Gara-gara emak-emak nyalain lampu sein kanan tapi belok kiri, di belakangnya jadi kecelakaan deh. Apes juga karena aku berada di belakang yang kecelakaan. Untung aku nggak apa-apa tadi!" Gerutunya.

Kini Ega telah berada entah dimana. Tadi sebelum kehilangan jejak Akmal, Ega sempat melihat mobil Akmal memasuki wilayah perumahan di sini. Namun entah pada gang berapa. Dan sudah ada sekitar dua puluh menit Ega mengelilingi hampir semua kompleks perumahan yang ada di sini. Hanya tersisa beberapa gang lagi lalu dia akan memecahkan rekor sebagai pengeliling kompleks. Tak mau kehilangan jejak Juni dan Akmal lebih jauh, Ega kembali melajukan motornya.

"Nah, depan itu gang terakhir. Kalau sampai aku nggak nemuin mereka, sia-sia deh relain nggak bimbingan ke Bu Saskia."

Dalam jarak beberapa meter, Ega melihat gang terakhir yang ada di kompleks perumahan tersebut. Ega langsung membelokkan motornya ke kiri untuk memasuki gang terakhir. Namun, ketika baru memasuki gang tersebut, dia lagi-lagi menghentikan motornya. Bukan karena lelah, tetapi karena apa yang dia ikuti telah dia temukan. Di depan sana, mungkin berjarak lima rumah, Ega melihat mobil Akmal terparkir di sebuah rumah berpagar putih. Buru-buru Ega mencari tempat strategis untuk bersembunyi. Sebuah pohon berukuran cukup besar menjadi tempatnya bersembunyi. Ini saatnya dia untuk mengetahui apa yang terjadi diantara keduanya.

"Itu rumah siapa?" Gumamnya.

Saat sibuk memikirkan rumah berpagar putih tersebut, Ega melihat Akmal dan Juni keluar dari rumah itu. Dapat Ega lihat, Juni keluar dengan air mata menuruni wajahnya. Akmal terlihat membuntutinya dari belakang. Ketika keduanya sampai di samping mobil, terlihat lengan Juni ditarik oleh Akmal untuk menghadapnya. Ega yang teramat sangat penasaran dengan keduanya hanya bisa geram di tempat karena rasa penasaran yang tinggi dengan apa yang mereka bicarakan.

Ega tidak mengedipkan matanya barang sedetik saja dengan apa yang dia lihat. Akmal memeluk Juni dan mengelus punggung sahabatnya tersebut. Ini nggak salah? Sejak kapan Juni dan Akmal sedekat itu?

Masih berusaha untuk tidak lost control dan keluar dari tempat persembunyian, Ega mengamati keduanya. Akmal kali ini memegang kedua tangan Juni, sepertinya sedang meyakinkan cewek itu. Dan lagi, Akmal membawa Juni pada pelukannya. Kali ini cowok itu mengelus puncak kepala Juni dan membiarkan Juni menangis di dadanya. Alamaak! Rasanya penasaran tingkat angkut ini udah nggak bisa ditahan!

Ega pun memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Tetapi, baru dua langkah, dia melihat Juni dan Akmal memasuki mobil lagi. Dengan perasaan cukup panik, Ega kembali memilih untuk bersembunyi ke balik pohon itu. Cukup lama dia bersembunyi sampai mobil Akmal melewatinya. Setelah Ega merasa mobil Akmal meninggalkan gang sepi itu, barulah Ega keluar. Kali ini dia tidak akan mengikuti Akmal dan Juni lagi. Ega mengalihkan pandangannya pada rumah berpagar putih yang baru saja mereka datangi. Rasa penasaran Ega kini lebih tertuju pada tempat itu.

Ega langsung berjalan ke tempat motornya terparkir dan melajukannya. Dia berhenti di rumah berpagar putih. Pagarnya terbuka sedikit. Tetapi Ega melihat ada beberapa motor di dalamnya. Sebenarnya dia merasa waswas dengan tempat itu. Ada keraguan di benaknya untuk memasuki rumah itu atau tidak. Tapi, kalo nggak masuk, aku nggak tahu apa-apa dong?

Tepat saat Ega hendak turun, ada sepasang cowok dan cewek keluar dari pagar tersebut. Terlihat si wanita menangis sesegukan di belakang laki-laki yang sedang menuntun motornya. Ega bergerak cepat untuk menghentikan dua orang itu.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang