= LIMA PULUH ENAM =

8.5K 391 24
                                    

—— Mira and Her Decision ——

***

Mira meminum cappucino ice miliknya dan menunggu Ega yang sedang ambil pesanan di kasir. Ia nggak paham kenapa Ega pagi-pagi menjemputnya dan membawanya ke salah satu coffee shop dekat kampus. Ia menoleh ke belakang dan melihat Ega berjalan ke mejanya. Kalau bukan karena salah order, Ega pasti udah mengajaknya berbicara.

"Jadi, ada apa, Ga?" Tanya Mira.

Ega menatap Mira tajam. "Kamu pasti tahu kan kalau Juni menghilang kemarin?" Tanya Ega.

Mira mengerjapkan mata. Ia nggak paham dengan ucapan laki-laki di depannya. "Menghilang gimana??"

"Ya... dia hilang. Ninggalin Akmal gitu aja. Tahu-tahu udah pergi entah kemana. Nggak pamit, nggak ninggalin jejak sama sekali" Ujar Ega.

Mira terdiam. "Aku nggak tahu..." ucap Mira setelah sekian lama diam.

"Beneran kamu nggak tahu?" Tanya Ega disertai pandangan selidik.

Mira mengangguk. Menyembunyikan ragunya.

"Ya... mohon maaf nih ya, Mir. Aku bukannya nuduh kamu. Takutku kalo hilangnya Juni ini karena ada campur tangan kamu di baliknya."

Mira ganti menatap tajam Ega. Ia nggak paham dengan ucapan laki-laki di depannya. "Maksud kamu apa?"

Ega menegapkan duduknya dan melipat tangan di depan dada.

"Kamu nuduh aku nyuruh Juni buat menghilang dari kehidupan Akmal gitu?!" Mira terlihat kesal.

"Ya... bisa aja gitu kan?"

Mira mendecak kesal. Ia mengalihkan pandangan sejenak ke arah lain. Ia benar-benar nggak menyangka ia akan dituduh seperti itu oleh Ega. Padahal ia nggak tahu apa-apa. Bahkan ia nggak tahu kalau Juni menghilang dadakan.

"Heh! Aku kasih tahu kamu ya, Ga! Meskipun aku kecewa banget sama Juni dan Akmal, ngapain juga aku nyuruh dia buat pergi dan menghilang kayak gitu?!" Mira mencoba buat menenangkan dirinya yang kesal karena seolah sedang dituduh tanpa bukti.

"Ya kan aku tadi bilang, siapa tahu kan?!" Ega menjeda ucapannya. "Toh juga kamu cinta buta sama Akmal gitu. Siapa tahu kan kamu berbuat nekat. Seperti nyuruh Juni menghilang dari kita semua misalnya."

Mira terdiam dan menatap tak percaya pada Ega. Seperti itukah pandangan sahabatnya menilai dirinya tentang masalah yang ia hadapi?

Mira menghembuskan napas dengan perasaan lelah. Ia mengerjapkan matanya lama sebelum kembali menatap mata Ega. Sementara Ega menunggu respon dari gadis di depannya.

"Aku akui aku emang cinta banget sama Akmal. Tapi, serius, Ga. Aku nggak memaksa Juni buat menghilang kayak gitu. Em, oke, aku jujur sebelum Juni menghilang, ia sempat dateng ke kosku. Dan saat itu, aku masih emosi banget tiap melihat wajah Juni dan Akmal. Aku yang masih egois dan buta, sempat bilang agar Juni menceraikan Akmal dan menyuruhnya meninggalkan Akmal. Tapi posisinya dulu itu aku lagi marah dan kesal banget. Kalo sekarang, aku... aku..." Air mata sudah berkumpul di pelupuk mata Mira.

Gadis itu teringat jelas kalimat jahat yang pernah ia ucapkan pada Juni dulu. Dan ternyata, omongannya menjadi kenyataan. Mira merasa menyesal saat ini. Ia memaki dalam hati karena ucapan bodohnya dulu yang asal ceplos dan dijadikan kenyataan oleh Tuhan.

"Jadi benar kamu nyuruh Juni buat pergi." Ega meraih kedua tangan Mira yang ada di atas meja dan mengusapnya. Sekalipun Mira terlihat jahat, tetapi Ega masihlah sahabatnya.

"A-aku goblok banget Ga waktu itu. A-aku... masih egois dulu itu..." Ucap Mira disela isakannya.

"Dulu?" Ega masih mengusap tangan Mira untuk menenangkan Mira.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang