—— A Confession ——
***
Juni menghela napas lega begitu kakinya menginjakkan bandara Soekarno-Hatta siang ini. Iya, siang. Karena adanya penundaan penerbangan yang mendadak, membuat Juni dan ratusan penumpang lain pada akhirnya menunggu cukup lama. Pesawat yang ia tumpangi baru berangkat pukul sebelas siang. Dan sekitar satu jam kemudian ia baru sampai tujuan.
Setelah mengambil kopernya, Juni lantas melangkahkan kakinya mengikuti arus orang-orang yang berjalan di samping kiri dan kanannya. Sebenarnya, baru kali ini Juni melangkahkan kakinya di bandara itu. Dan hal baru juga bagi Juni menginjakkan kakinya di kota ini.
Semua orang berlalu lalang dengan langkah yang cepat. Sangat beda dengan Juni yang melangkah sedikit demi sedikit di belakang mereka. Sebenarnya, ia merasakan langkahnya menjadi berat. Apakah ini hanya ilusinya saja atau memang ada hal yang membuat Juni seolah nggak ingin berjalan menuju pintu keluar bandara.
"Nggak! Aku sendiri udah memutuskan hal ini. Aku nggak bisa kembali. Aku udah pilih jalan ini." Gumamnya sambil mengeratkan genggaman pada handle koper.
Karena terlalu fokus untuk mensugesti diri agar Juni tidak merasa sedih karena keputusan yang ia ambil, tanpa sadar ia menabrak seseorang di depannya. Untung tabrakan tersebut tidak keras, sehingga Juni hanya terhuyung ke belakang. Dalam hati ia meruntuki diri karena nggak memperhatikan jalan di depannya. Ia pun mendongak untuk meminta maaf pada seseorang di depannya.
"Maaf ya, saya nggak... sengaja..."
Juni lantas terdiam begitu tahu orang yang ia tabrak adalah Akmal.
Iya.
Yang tidak sengaja Juni tabrak barusan adalah Akmal Wijaya, suami yang seharusnya kini berada di Surabaya.
***
Juni menundukkan wajah sepanjang perjalanannya dengan Akmal menuju Jakarta. Saat ini, ia sedang menaiki mobil yang dikendarai supir pribadi keluarga Akmal. Ia duduk di belakang bersama dengan Akmal yang duduk di sampingnya. Sesekali, ia melirik ke arah tempat suaminya berada.
Juni sebenarnya merasa heran. Bagaimana bisa suaminya berada di bandara saat itu. Seingat Juni, ia tidak pernah memberitahu Akmal seputar kemana ia akan pergi. Ia hanya berpamitan pada suaminya itu bahwa ia akan pergi jauh. Bukan pamit pergi ke suatu tempat.
"Kalo kamu kepikiran kenapa aku bisa tahu keberadaan kamu, mending nggak usah dipikirin. Dan sebaiknya mulai sekarang jangan coba-coba pergi kayak gitu lagi." Ucap Akmal tiba-tiba seraya dapat membaca pikiran Juni.
"..." Juni hanya diam saja mendengar ucapan Akmal barusan.
Akmal yang melihat Juni menunduk dan terdiam, lantas menghela napas. Ia pun melirik ke arah tempat kemudi.
"Pak Wasa, tolong ke 'tempat itu' dulu ya. Baru abis itu kita pulang ke rumah." Ucap Akmal pada supirnya.
"Baik, Tuan Muda." Jawab sang sopir.
Juni mengerutkan keningnya saat Akmal menyebut kata "tempat itu". Memangnya mereka mau kemana? Bukankah tadi saat ia disuruh naik mobil, Akmal berucap akan membawa dirinya pulang ke rumahnya yang berada di kawasan Menteng?
"K-Kita mau kemana?" Tanya Juni pada akhirnya.
Akmal menoleh pada istrinya. Lelaki itu lantas menggenggam tangan Juni. "Nanti kamu juga tahu."
***
Mira mengamati kotak yang yang ada di depannya dengan perasaan kosong. Kotak itu berisi semua benda-benda yang ia dapat dari Akmal. Ada berbagai macam barang di dalamnya. Mulai dari foto, jaket, tas, baju, sepatu bahkan beberapa make up atau skincare yang ia dapat dari Akmal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNI
Romance[WARNING] [Harap bijak membaca cerita ini. Terima kasih.] Juni adalah seorang perempuan biasa yang tidak jauh berbeda dengan perempuan umur 20an lainnya. Semua yang diimpikan oleh Juni perlahan terwujud satu persatu. Dan sekarang impian lainnya seda...