= LIMA BELAS=

9.5K 491 12
                                    

Juni merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Mira melihat itu dan langsung mendekat dan menggenggam kedua jemari Juni. Menyalurkan rasa hangat untuk perempuan yang menjadi sahabatnya semenjak mereka duduk sebagai mahasiswa baru. Mira merangkul Juni. Akmal yang kala itu ditinggal masuk ke dalam oleh Mama dan hendak ikut nimbrung bersama dengan Mira dan Juni hanya bisa diam di tempat. Melalui kontak mata, Mira meminta Akmal untuk menunggunya di ruang tamu rumah Juni saja. Akmal mengangguk dan kemudian berbalik untuk memilih duduk di ruang tamu.

Juni hanya bisa memandang lantai keramik di bawahnya. Dalam rengkuhan Mira, Juni hanya terdiam. Namun, getar pada tubuhnya masih terasa. Bahkan detak jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya. Ini semua karena keberadaan laki-laki itu. Laki-laki yang telah merebut satu-satunya benda berharga dari setiap perempuan. Juni merasakan amarahnya kembali memenuhi hatinya.

"Sweetheart, kamu kenapa? Kamu terlihat berantakan banget. Kamu nggak seperti Juni yang aku kenal." Mira mengusap lengan Juni.

"I'm fine. Aku nggak kenapa-kenapa kok." Jawab Juni lemah.

"Kamu kalo bohong kebangetan ya! Udah hampir tiga minggu nggak masuk kuliah, nggak ada kabar sama sekali dan sekarang kamu terlihat berantakan, kamu masih bilang kamu nggak kenapa-kenapa?! Juni! What's matter?! You never look so mess up like this!" Mira merasa kesal sendiri jika Juni sudah mulai tidak mau terbuka perihal masalahnya.

"Beasiswaku dicabut, Mir."

Mira membelalakkan matanya tak percaya. Kenapa bisa?

"K-Kok gitu?! Kenapa bisa?!"

"Aku telat mengurus semua pemberkasan."

Sebenarnya aku sedang mengandung anak pacar kamu, Mir. Maaf aku nggak bisa bilang semua ini sama kamu.

"Jadi karena itu kamu nggak masuk kuliah berminggu-minggu?! Hanya demi beasiswa skripsi itu?!" Mira menggeleng tak percaya.

Demi alasan yang ia buat, Juni langsung mengangguk dengan cepat. Mengiyakan permasalahan lain yang sebenarnya dapat Juni selesaikan dengan mudah. Tidak apa-apa. Selama Mira tidak mengetahui yang sebenarnya, Juni tidak akan kehilangan sahabat sejatinya itu. Permasalahan dia mengandung anak Akmal, biarlah Juni dan Tuhan yang tahu. Jangan sampai semuanya tahu, meski itu Mama, Mira dan Ega. Apalagi Akmal. Juni sudah terlanjur membenci Akmal sejak kejadian itu.

"Dengerin aku, Jun. Beasiswa itu ada banyak. Bahkan kalo kamu mau, aku bisa mintain ke perusahaan Papaku buat memberikan kamu beasiswa. Dan, masih ada banyak juga beasiswa lain seperti beasiswa prestasi, beasiswa dari perusahaan besar, dan sejenisnya. Itu bukan masalah besar menurutku. Bukan masalah yang terlalu membebani pikiran kamu sehingga kamu sampai nggak masuk kuliah!" Tutur Mira.

Mama yang berdiri di balik pintu penghubung dapur dan ruang tengah terdiam mendengarkan penuturan dari Mira. Tangisnya kembali pecah. Mama berusaha sekuat tenaga menahan agar isakan kecilnya tidak sampai keluar dan terdengar oleh Mira. Mama memegang erat nampan berisi beberapa gelas sirup segar di tangannya. Andaikan kamu tahu yang sebenarnya, Nak Mira.

Mama segera mengusap air matanya dan berjalan menuju ruang tengah.

"Ngomongin apa nih? Kok serius gitu kelihatannya?" Mama mencoba untuk bersikap tenang.

"Ini lho tante, si Juni. Tante kemarin bolak-balik bilang ke aku sama Ega kalo Juni lagi ada masalah dan nggak mau cerita ke tante kan? Nah, ini tadi aku paksa dia buat kasih tahu aku apa masalahnya. Ternyata hanya gara-gara beasiswa tante. Be-a-sis-wa." Eja Mira di akhir kalimatnya.

"Oh ya?" Mama meletakkan dua gelas berisi sirup jeruk di atas meja.

"Iya nih, tante. Padahal aku udah sering bilangin Juni kalau ada masalah itu cerita, nanti bakalan aku bantu kok." Mira menepuk punggung Juni pelan.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang