= TIGA PULUH EMPAT =

6.9K 385 14
                                    

– Inikah Ngidam? –

***

Juni mengucap syukur pagi ini karena ia sudah hampir tidak merasakan mual-mual setiap kali ada makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Juni mengelus pelan perutnya dan berbisik lirih pada Adek yang semakin tumbuh dalam rahimnya.

"Bunda senang deh, karena Adek sekarang nggak rewel lagi masalah makanan. Hihihi!" Juni terkikik geli sambil sesekali meminum susu hangatnya dan mengamati pemandangan melalui balkon.

Tepat saat Juni mengusap perutnya, Akmal lewat di ruang tengah. Melihat Juni yang berdiri sendirian di balkon sambil mengusap perutnya, membuat Akmal terkesima sejenak. Meskipun telah hidup bersama kurang lebih hampir satu bulan, Akmal belum pernah melihat Juni mengusap perutnya sendiri. Apalagi sekarang perut Juni mulai terlihat sedikit menonjol, setidaknya Akmal bisa melihat bahwa terdapat perkembangan janin dalam tubuh Juni.

Pandangan Akmal yang semula menatap perut bagian bawah Juni, kini berganti menatap wajah istrinya. Wajah Juni terlihat bahagia. Senyuman sedari tadi tidak pernah luntur dan menghiasi wajahnya. Akmal tidak tahu mengapa dia bisa memandangi wajah Juni seintens sekarang dan betah berlama-lama menatap wajah wanita mungil itu. Terlebih, setiap kali Juni menarik senyuman, Akmal juga tanpa sadar ikut tersenyum.

Akmal lantas mengalihkan pandangannya ketika merasa sudah cukup lama sekali menatap istrinya. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Sekarang waktu menunjukkan pukul 07.10, dia segera mengancingkan baju di bagian pergelangan tangannya. Pagi ini dia ada kuliah dan karena jam perkuliahan dimulai pukul delapan, setidaknya dia harus segera berangkat sekarang agar tidak terjebak macet di jalan.

Akmal pun menghampiri Juni yang masih menikmati udara pagi di balkon apartemen mereka.

"Juni." Panggil Akmal.

"Hm?" Juni menyahut namun tidak berbalik badan untuk menatap Akmal.

"Aku pergi kuliah dulu ya. Nanti kalau ada apa-apa, kamu Line atau telepon aku, ya." Ucap Akmal.

"Hm."

Akmal tersenyum simpul. Mengetahui kebiasaan Juni yang selalu dingin padanya sudah menjadi hal biasa bagi Akmal. Dan Akmal dapat memakluminya.

***

Mira memegang kepalanya yang berdenyut sedari tadi. Suasana di perpustakaan yang semakin ramai membuatnya seringkali tidak fokus pada materi skripsi yang sedang ia kerjakan. Ide-ide atau rangkaian kata-kata yang melintas di pikirannya cepat sekali kabur bahkan saat dia belum sempat menuangkan ide-ide itu di laptop. Mira mendesah kecil.

Belum lagi dengan keberadaan para mahasiswa yang tidak tahu tempat yang duduk di meja seberang. Mira menggerutu dalam hati dan mungkin sekalian mengutuk mereka karena sedari tadi mereka semua cukup ramai dengan obrolan tidak pentingnya. Halooo! Hari gini masih aja menggosip tentang artis yang selingkuh?! Mereka sehat?!

Kalau obrolan mereka seputar diskusi tentang tugas yang diberikan dosen sih Mira mungkin masih mentolerirnya. Tapi, kenyataannya mereka hanya saling nyinyir terhadap kehidupan artis yang sedang mereka bicarakan. Dasar tukang nyinyir!

"Ngerjain apa, Mir?" Sosok Ega tiba-tiba muncul di hadapan Mira.

"Nih, ngerjain skripsi. Tapi nggak fokus gara-gara mereka!" Mira memberikan isyarat pada Ega tentang para pengganggu itu.

Ega mendengus kecil. Laki-laki itu pun menaruh beberapa buku tebal yang dibawanya dan menyalakan laptopnya. Ega juga berniat untuk mengerjakan skripsinya.

"Aku masih belum menemukan jejak Juni. Kamu gimana, Ga?" Tanya Mira tiba-tiba.

Ega berhenti mencari konsep teori yang rencananya akan ia gunakan pada skripsinya. Pria berkacamata tersebut berganti menatap Mira yang berada di sampingnya. Dilihatnya Mira sedang menatap seirus padanya. Ega menaruh bukunya.

JUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang