Invisibility Cloak

19.1K 3.2K 508
                                    



Kim Taehyung pagi ini terbangun karena suara ketukan. Dengan langkah terseok yang sedikit malas, ia berjalan kearah pintu hanya untuk menemukan kosong.

"Orang iseng?" Gumamnya sembari menguap. Sebelah tangan menggaruk belakang kepalanya gatal, "Oi?"






Hening.


Dan ia nyaris menutup kembali pintu kamar hanya untuk menemukan sesuatu yang mengganjal di bawah sana.

"Paket?"

Ia mengernyit. Sedikit bungkuk untuk mengambil satu bungkusan rapi diikat pita. Tidak ada catatan pengirim. Dan yang digunakan adalah sebuah bungkus tua yang lusuh.

"Mencurigakan. Siapa yang menaruh sampah?" Ia merutuk, "Kubuka saja. Siapa tau berguna? Yea."

Masa bodoh tentang privasi. Tidak ada yang menyebutkan akan ada paket hari ini. Dan Kim Taehyung, sebagai anak muda kelewat ambisius yang mudah penasaran lebih memilih mencari tau dibanding duduk menunggu.

Satu jubah berwarna maroon lusuh ia dapatkan. Lagi, tanpa ada catatan lain yang menyertai. Membuat si pemuda Kim sedikit keheranan.

"Jubah tua? Whoa, boleh juga. Hari ini dingin."

Tolong jangan marah. Kim Taehyung, seperti yang kubilang; adalah anak yang mudah penasaran. Dengan lancang mengenakan jubah tanpa identitas itu dan berjalan ke arah cermin. Hanya untuk menjerit kaget begitu melihat pantulan bayangannya.




"BRENGSEK. KELAMINKU HILANGー"

Fokusmu kemana, Kim?






.
.
.
.

"Invisibility Cloak; atau Jubah tak terlihat. Dibuat oleh kematian sebagai hadiah kepada Ignotus Peverell di abad ke tiga belas."

Seorang pemuda, dengan kacamata berbingkai kotak, mengenakan jubah hitam beraksen biru dilengkapi surai kehijauan berjalan mengitari ruangan. Satu buku sejarah sihir menjadi pegangan, "Menurut buku yang kubaca, Peverell mengenakan jubah ini untuk menghindari kematian. Dengan kata lain, ia menjadiーtak terlihat?"


"Wow," Kim Taehyung terkesiap, "Benda sehebat ini siapa yang mengirim, hyung?"

Pemuda Ravenclaw mengendikkan bahu, "Entah. Tapi yang pasti, ada maksudnya. Mungkin. Tidak mungkin itu dikirim karena iseng."

"Yea, kau benar, Namjoon hyung." Taehyung tertawa, sekilas terbesit satu ide luar biasa dalam benaknya, "Ngomong-ngomong, dongeng itu kau baca dimana?"

Kalau seandainya saja nyata, mungkin di pelipis Namjoon sudah muncul suatu perempatan merah tanda marah. Dan pemuda itu siap sekali ingin menyemburkan siraman pencerahan terhadap adik kelasnya yang doyan sekali membuat masalah,

"Astaga Kim Taehyung! Ini dari buku History of Magic karya Bathilda Bagshot yang seharusnya kauーsebagai siswa tahun kedua jadikan buku pegangan wajib!" Ia berteriak frustasi, "Oh, astaga! Apa diotakmu itu hanya ada Jeon Jungkook saja?"

Dengan tanpa dosa, cengiran kotak yang ーoh, sungguh ingin Namjoon lenyapkan dari wajah konyol itu terlukis dengan polosnya,

"Bokongnya juga, hyung. Kau harus tau, dia memiliki bokong yang luar biasa bulat."

Astaga, siapapun, tolong tahan Namjoon untuk tidak mengutuk Kim Taehyung saat ini juga.









.
.
.
.
.

'Ah-choo!'

"Alergimu kambuh lagi?"

Jungkook mengangguk. Menghapus hidung bangirnya yang terasa gatal, "Sepertinya karena dingin." Ujarnya parau.

Platform 2¹/6 ㅡvkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang