Akang Ali menoleh menatap lelaki tinggi besar berdiri disamping mbak Dian yang tiba-tiba mematung.
"Hmm.. iya nih kang.. ban mobilnya gembos mungkin ada paku. Saya mah mau mengganti tapi agak kesusahan." ucap Ali tanpa sungkan. Ia memang membutuhkan pertolongan.
Bram mengulung lengan kemeja kaosnya itu dan mau ikutan menjongkok.
"Minggir sana lady, aku mau mendongkar mobil ini, apa kamu mau didongkrak juga? desis Bram didekat Dian membuat wanita itu tersentak.
Dian minggir dan memperhatikan bahwa lelaki tinggi kekar ini sangat gesit dalam hal menganti ban bocor. Akang Ali terlihat sangat lega.
"Akang.. terima kasih banyak ya.. Saya mah memang agak kelelahan karena udara Jakarta ini sangat panas tidak seperti diBekasi atau Bandung." tutur Ali dengan jujur.
Bram tersenyum paham. Memang udara disini agak terlalu panas. Ia menoleh dan melihat bahwa Dian mengipasi seorang wanita paruh baya dengan kipas tangan.
"Itu siapanya Dian ya kang?" tanya Bram pada Ali.
"Loh.. akang sudah kenal mbak Dian ya?" tanya Ali heran.
"Hmm.. " respon Bram pada Ali. Tidak kenal tapi mengetahui dengan baik batinnya geram sekaligus gusar.
"Itu mah ibunya mbak Dian, seorang yang sangat ia sayangi. Ayah mbak Dian sudah tidak ada lagi sejak 4 tahun yang lalu, hidup yang berat untuk anak pertama seperti mbak Dian itu." papar Ali tanpa sadar sudah membuka sedikit kehidupan Dian itu.
"Empat tahun yang lalu?"
"Ehh..iya..maaf atuh kang. Tidak bermaksud untuk curhat." ungkap Ali pada Bram.
Andi selesai menganti ban tersebut dengan sangat mudah membuat Ali kagum.
"Terima kasih banyak ya kang atas bantuannya. Kami bisa melanjutkan perjalanan ke rumah sakit."
"Siapa yang sakit?" tanya Bram penasaran.
"Hmm.. kakak tertua mendiang ayah mbak Dian. Sakit jantung." ucap Ali pelan.
Bram ber oo tanpa suara. Ali membereskan perlengkapan montir mobil. Ibu Dian mendekati mobil, Dian membuntuti ibunya dari belakang tanpa mau menatap wajah lelaki itu.
"Nak.. terima kasih banyak ya sudah membantu kami. Kamu lelaki yang sangat baik." papar ibu Dian membuat anak perempuan mendengus tidak sopan.
Bram mendengar dengusan wanita matre itu. Kalau saja tidak ada orang selain mereka berdua, akan ia balas Dian itu.
"Hmm.. iya bu. Sama-sama."
"Nak..apa yang bisa kami balas untuk kebaikan kamu ini. Kalau kamu sekali waktu ke Bekasi mampirlah ke gubuk kami ya. Dian, berikan nomor handphone kamu pada lelaki baik hati ini. Mungkin ia akan membutuhkan kita jika di Bekasi." perintah ibunya pada Dian.
"Tapi, ibu..?"
"Huss.. turuti saja permintaan ibu ini nak."
Dian mengeluarkan notes dari tas tangannya dan menuliskan nomor handphone dirinya pada kertas itu. Lalu, ia menjulurkan kertas itu pada Bram dengan merengut.
Bram memandang kertas yang dijalurkan Dian, ia ingin sekali melempar kertas itu secara langsung. Tapi, itu tidak mungkin karena ada ibunya disini.
"Baiklah, saya terima nomor ini. Jika saya ke Bekasi dan memerlukan bantuan, aku akan menelpon Dian." ucap Bram.
Ibunya Dian mengernyit menatap lelaki muda tampan didepannya ini.
"Kalian sudah saling kenal ya?" tanya ibu Dian.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI CEWEK MATRE? {Geng Rempong : 3}
RomanceDian, wanita sederhana yang pernah dihina oleh seorang lelaki bernama Kenpi karena tidak mau diajak untuk kegiatan asyik. Ia jadi sedikit trauma untuk mendekati lelaki lagi yang melibatkan perasaan. Bram, lelaki kaya dan mampan. Ia belum pernah dek...