Seminggu telah berlalu dari kehidupan pasangan pengantin baru tersebut. Ibunya Dian dan Tami sudah pulang ke rumah mereka pada hari ketiga. Dian sekarang bersama sang suami serta 3 asisten rumah tangga. Ibunya Andi sudah pulang juga ke Bandung ke rumahnya sendiri.
Kehidupan ruang kamar tidur pasangan baru itu juga masih dalam tahap yang setiap hari meningkat, tergantung suasan hati Bram yang kadang tergesa-gesa atau malah lambat. Dian sih menerima suaminya itu apa adanya. Ia sebagai seorang istri yang juga baru dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Mereka mencoba untuk tetap fokus dalam meniti hubungan yang masih berkuncup kecil tersebut.
Bram sudah beraktivitas di kantornya yang berada di Bekasi. Pembukaan hotel baru hampir rampung. Ia super sibuk mengurus ini dan itu sehingga selalu pulang tidak pernah sore, paling cepat ya jam 7 malam. Dian selalu menunggu dirinya pulang untuk makan bersama. Istrinya itu juga kembali bekerja. Ia sebenarnya sudah mencoba mengatakan bahwa istrinya itu tidak harus bekerja karena ya uangnya sudah lebih dari cukup untuk membiayai istrinya itu. Tapi, Dian berkata bahwa ia bosan sendirian terus dirumah tanpa ada yang menemani selain mbok Titik.
Jadi, Bram tidak bisa mencegah istrinya itu. Ia berpikir keras supaya mereka cepat saling memahami sehingga mereka dapat bersatu dan istrinya segera mengandung. So, kalau wanita itu hamil, ia bisa membuat istrinya tetap dirumah untuk alasan kesehatan bayi mereka.
Memikirkan bayi membuat Bram tidak konsentrasi dalam mengetik laporan di laptop kerjanya.
Bram melanjutkan kerjanya selama 30 menit sampai suara telepon kantornya berdering menyentak dirinya dari konsentrasi.
"Halo..?" Bram mengangkat telepon.
"Maaf pak, ini ada telepon dari luar mencari bapak." ucap personal asistennya itu.
"Baiklah sambungkan.." ujar Bram datar.
Terdengar suara kresek-kresek disambungan telepon dan suara tagisan seorang wanita membuat jantung Bram seketika berdebar.
Ia mengenal suara tangisan tersebut.
"Halooo?!! Siapa ini..?" Bram langsung berdiri dan tegang.
"Halooo.. old friend.." suara jahat Kenpi terdengar di seberang telepon.
Bram menjadi takut, ia takut bukan disebabkan oleh Kenpi. Tapi, suara tagisan wanita itu.
"Apa..bagaimana kamu tahu nomor telepon ini Ken?" tanya Bram was-was. Ia melihat jam di dinding. Jam 1 siang. Waktunya Dian membeli makanan diluar untuk makan siang. Jantungnya serasa di remas-remas.
Bram mengeluarkan handphone dan mengirim pesan memakai jari kiri ke Andi untuk melacak nomor telepon yang masuk ke kantornya ini.
Ia tahu bahwa sesuatu telah terjadi pada Dian istrinya itu.
Andi merespon dengan emoji tanda oke. Ia tahu Andi mempunyai seorang teman polisi yang handal bernama Haris itu. Pasti Andi bisa segera melacak keberadaan Kenpi yang menelpon.
"Ohh..ohh.. aku tahu dari istri manismu ini, teman. Ia sangat ketakutan disini, matanya melotot dengan penuh teror." ucap Kenpi dengan tertawa jahat.
Kaki Bram langsung lemas. Ia tidak bisa berlari keluar untuk mengejar lelaki brengsek tersebut.
Andi tak lama kemudian langsung mengirimkan pesan melalui handphone perihal lokasi telepon tersebut. Bram langsung meminta tolong Andi untuk segera ke sana karena ia tidak bisa pergi sekarang.
"Jangan sampai kamu menyetuh istriku itu Ken, kalau tidak tangan kamu akan patah nantinya." ujar Bram sangat dingin.
"UUHHH .. TAKUUTT.." ejek Kenpi pada Bram.

KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI CEWEK MATRE? {Geng Rempong : 3}
Lãng mạnDian, wanita sederhana yang pernah dihina oleh seorang lelaki bernama Kenpi karena tidak mau diajak untuk kegiatan asyik. Ia jadi sedikit trauma untuk mendekati lelaki lagi yang melibatkan perasaan. Bram, lelaki kaya dan mampan. Ia belum pernah dek...