Thanks?

2K 157 1
                                    

Mereka melanjutkan makan dengan Tami yang ikutan nimbrung makan padahal sudah makan di rumah tante mereka.

"Akang, makan yang banyak ya.." ujar Tami usil pada Bram.

Dian diam saja mendengar adiknya itu mengolok Bram. Sedangkan ibunya tersenyum mesem.

"Iya.. tapi kakak kamu juga harus banyak makan." balas Bram.

"Kakakku itu takut akan bertambah gemuk. Ia akan teriak-teriak seperti orang hilang akal jika sedang menimbang tubuh karena naik 1 ons. Padahal saya yang gemuk ini biasa saja. Santai say.. " papar Tami sambil menggigit sambal udang tanpa nasi itu.

Bram terkekeh pelan membayangkan Dian yang berteriak pada timbangan badan.

"Tubuhnya itu tidak gemuk tapi berlekuk matang." ukar Bram setengah merenung.

Tami terdiam mendengar Bram berkata seperti itu. Dian melotot tidak suka. Ibu Dian masih tersenyum senang.

"Hmm.. iya sih berlekuk sampai-sampai kakakku bertanya dengan teteh Kusuma bagaimana cara mempunyai tubuh langsing dengan makan sebanyak yang diinginkan. Saya juga terkadang iri dengan teteh Kusuma itu. Ehh.. maaf kang. Akang tidak kenal teteh Kusuma."

"Tidak apa-apa. Aku malah sangat kenal dengan istri Rendy yang bertubuh ramping serta mungil itu. Teman kakakmu bukan?" jawab Bram akurat.

"Iya betul.. 100 untuk akang."

Bram nyengir lebar didepan Tami itu membuat adik Dian itu terpesona.

"Andai saja kak Dian bisa lebih dekat dengan akang Bram ini." gumam Tami sendiri tapi di dengar oleh ibunya itu.

"Stts, jangan seperti itu nak. Nanti Dian marah."

Sampai makan malam selesai. Bram bersikap menyenangkan dimeja makan rumah Dian itu. Ia baru kali ini merasa sangat bahagia hanya makan malam sederhana lauk seafood yang dibeli diwarung seafood pinggir jalan.

"Akang, saya permisi dulu ke belakang. Biar kak Dian yang menemani akang mengobrol." Tami berdiri dari kursi dan langsung membawa piring kotor ke dapur untuk dicuci.

"Ibu juga harus ke ruang keluarga sekarang nak, ada film favorite ibu sudah tayang." ucap ibu Dian sambil berdiri.

Dimeja itu tinggal Dian dan Bram yang sedang mau makan buah pisang Ambon sebagai pencuci mulut.

Dian dengan santai membuka pisang tanpa memperhatikan Bram yang melotot melihat dirinya itu.

"Kenapa sih?" tanya Dian dengan mulut penuh pisang membuat Bram mengerang dan mengeram bersamaan.

Dian terdiam karena hal itu. Pisangnya masih ia pegang didepan mulutnya tanpa jadi digigit.

Bram mendekati Dian dengan cepat sehingga wanita itu mundur ke belakang dengan kepala menempel disandaran kursi makan. Bram memegang pergelangan tangan Dian menarik pisang itu dari mulut sensual milik wanita itu.

Bram mendesah pelan memperhatikan mulut Dian itu. Otaknya seketika memikirkan sesuatu yang panas tentang mulut dan pisang, hal itu akan membuat Dian berlari kabur ke kamar tidur dan mengunci pintu supaya dirinya tidak masuk.

Dian bernapas terengah karena wajah Bram sangat dekat dengan dirinya ini.

"Pak..?"

"Hmm..?"

"Itu pisang saya..bukan yang bapak."

"Aku tahu." balas Bram parau.

Bram lalu menyuapi Dian pisang dengan pelan.

MENCINTAI CEWEK MATRE? {Geng Rempong : 3}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang