5. Ini Janji Saya!

3.5K 335 12
                                    

Ada rasa tak rela yang terpancar dari air muka Diana tatkala melepas kepergian Veranda. Hari ini, Veranda akan bertolak ke Jakarta dan akan menetap di rumah barunya berstatus sebagai seorang istri dan menantu di keluarga Harisdarma. Diana terus memeluk Veranda seolah itu menjadi pertemuan terakhir baginya.

"Kamu hati-hati ya, Sayang. Jaga diri kamu! Jaga kesehatan kamu! Jangan lupa sering hubungi Mama. Mama pasti akan sangat merindukanmu, Ve," ujar Diana di sela-sela isak tangisnya.

"Pasti, Ma. Begitu sampai di Jakarta, Veranda akan kabari Mama. Nanti, saat liburan sekolah, Veranda akan main ke sini. Jadi, Mama tidak perlu sedih." Veranda membalas rengkuhan Diana tak kalah lekat. Tangannya beberapa kali mengusap halus bahu sang Mama untuk menenangkan. Karena ini adalah; kali pertama Veranda pergi dalam jangka waktu yang teramat lama. Kinal berdiri sekitaran tiga-empat langkah dengan kikuk. Beberapa kali ia membetulkan kacamata bingkai hitamnya yang turun.

"Papa minta tolong ke kamu ya, Kinal. Tolong jaga Veranda buat kami," ucap Darius menepuk bahu Kinal. Menyentak kesadaran Kinal sesaat.

"Papa percaya kamu pasti bisa menjaganya, Kinal," sambung Darius dengan suara mantap.

Kinal mengangguk. "Ki-Kinal akan berusaha, Pa." Sepasang matanya melirik Veranda yang masih di dalam pelukan Diana.

"Kalau begitu hati-hati, ya." Darius memeluk lekat Kinal sebagai salam perpisahannya.

Tidak lama kemudian, sebuah mobil mini bus hitam berhenti tepat di pekarangan rumah keluarga Darius Tanumihardja.

Veranda pun merenggangkan pelukannya. "Sudah waktunya Veranda pergi, Ma." Veranda mengumbar senyum lembutnya.

"Baiklah."

Kinal segera menaikkan beberapa koper sedang ke dalam mini bus tersebut. Veranda melambaikan tangannya dari dalam mobil. Mobil itu melaju pelan mengarah ke jalan utama dan meluncur cepat menuju bandara.

Suasana hening membungkus dua insan yang tengah menyibukkan diri pada lamunan masing-masing seraya menatap lekat ke arah luar jendela. Tidak ada yang berani memulai sekadar membuka obrolan ringan. Kecanggungan itu makin terasa nyata kala mereka berdua berada dalam posisi semacam ini.

Beberapa saat kemudian, mobil mini bus itu tiba di bandara. Sang supir membantu menurunkan barang bawaan penumpangnya.

"Terima kasih, Pak," ucap Kinal merendahkan kepalanya.

"Biar saya yang bawa, Kak." Kinal cepat-cepat mengambil alih koper sedang yang ada di tangan Veranda. Ujung jemari mereka bertemu, ada sesuatu satu hal aneh yang Veranda rasakan. Rasanya seperti ada sesuatu yang menyengat halus kala sentuhan tidak sengaja Kinal menyapa ujung jari Veranda. Isi kepalanya seolah mencerna jika sentuhan itu terasa tidak asing baginya. Bayangan Kinan pun langsung mencuat dari pikirannya.

Veranda termangu, memutar sejenak kebersamaan lekat yang pernah mereka lewati satu bulan sebelum Kinan menghadap Sang Pemilik Hidup.

"Kak!"

Veranda masih asyik dengan lamunannya. Senyum samar tampak tersungging dari bibirnya.

Kinal menaikkan kacamatanya yang turun melihat Veranda yang tengah melamun. Tangannya terangkat, ia memberanikan diri menepuk pelan bahu Veranda seolah menyudahi pengelanaan pikiran Veranda.

"Kak Ve!"

Tubuh Veranda tersentak samar. Sepasang matanya memindai seluruh area bandara seakan-akan ia telah kembali ke dunia nyata setelah menenggelamkan diri pada kenangan manis masa lalunya.

"I-iya." Suara Veranda bergetar.

"Pesawatnya sudah hampir berangkat," ujar Kinal kemudian melangkah sambil membawa beberapa barang.

My Secret Lover [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang