Dari sini, dari kejauhan, aku hanya bisa memandangi Kinal yang duduk tertunduk di samping jenazah Papa Haris. Tangannya terus merangkul pundak Mama Wulan yang masih terus terisak. Di sebelah kanan, Jinan setia mendampingi Kinal sambil terus mengusap lengan Kinal. Itu benar-benar membuatku iri.
Suasana kediaman rumah keluarga Harisdarma sudah ramai dengan sanak keluarga, rekan, dan teman satu sekolah Kinal. Tidak ketinggalan beberapa guru pun turut hadir sekadar menyampaikan ucapan turut berdukacita atas kepulangan ayahanda Kinal. Entah kenapa, ada perasaan yang sangat kubenci menyusup dalam benakku begitu saja.
Demi menjaga semua rahasia ini, Mama Wulan menyarankanku untuk tetap menjaga jarak. Lagi-lagi, demi reputasiku. Dan juga Kinal. Aku layaknya seperti orang tidak berguna, yang hanya bisa menonton orang-orang terkasihku—yang selama ini begitu baik padaku—melewati masa-masa suram seorang diri. Aku masih mengamati Mama Wulan yang teramat terguncang ditinggal belahan jiwa dan bagian tulang rusuknya—Papa Haris. Rasanya, aku seperti mengulang kembali putaran waktu ketika Kinan pergi mengembuskan napas terakhirnya. Seperti itukah rasanya? Tidak, mungkin, kesedihan dan rasa kehilangan yang Mama Wulan alami serta rasakan saat ini pasti jauh berlipat-lipat dibandingkan dengan apa yang kurasakan ketika Kinan berpulang.
Lantunan doa masih terdengar memenuhi ruangan keluarga. Tempat disemayamkannya jenazah Papa Haris. Menurut Mama Wulan, kepergian Papa begitu tiba-tiba. Begitu pesawat yang mereka tumpangi mendarat, Papa Haris mengeluhkan dadanya terasa sakit. Dan Mama Wulan menyuruhnya untuk beristirahat sejenak di lounge sambil menunggu supir sewaan menjemput—yang kebetulan kerabat jauh Papa Haris. Namun, begitu tiba di lounge, Papa Haris tiba-tiba tidak sadarkan diri. Takut terjadi apa-apa, Mama Wulan dengan bantuan pihak bandara membawa Papa Haris ke klinik yang tersedia di bandara. Karena keterbatasan alat medis, akhirnya dirujuk ke rumah sakit Ibu Kota.
Papa Haris sempat mengalami sesak napas dan mendapatkan penanganan di UGD. Namun, tidak ada yang tahu perihal umur seseorang. Papa Haris pun mengembuskan napas terakhirnya. Menurut keterangan dokter yang menangani, Papa Haris terkena serangan jantung. Aku menyeka air mata yang tiba-tiba saja meluncur tanpa izin. Membayangkan bagaimana kesedihan yang kini Kinal rasakan. Selama ini, dari cerita Mama Wulan yang kuketahui, Kinal sangat dekat dengan Papa Haris.
Air matanya memang tidak terlihat mengalir. Akan tetapi, aku bisa membacanya lewat sorot mata Kinal. Kesedihan akan ditinggalkan oleh Papanya untuk selama-lamanya pasti menjadi pukulan teramat telak untuknya setelah kepergian Kinan. Sorot mata itu seolah melenyapkan separuh nyawa Kinal. Kelereng legamnya yang ia sembunyikan di balik lensa kacamata--yang biasanya terlihat berbinar terlihat meredup. Tidak berkilau dan hangat seperti sebelumnya.
Beberapa orang sudah bersiap mengurus pemakaman Papa Haris. Beberapa mobil sudah siap terparkir di halaman rumah sejak tadi termasuk mobil jenazah. Aku menahan napas kala Kinal mengangkat kepalanya dan menoleh ke arahku kemudian menggeleng. Mengisyaratkan padaku agar aku tidak perlu ikut mengantarkan Papa Haris ke tempat peristirahatan terakhirnya. Kuanggukan kepala sambil balas menatapnya, lekat. Kinal memapah tubuh lemah Mama Wulan masuk ke mobil jenazah. Jinan masih terus setia berada di samping Kinal diikuti Boby di belakangnya. Setidaknya, aku merasa sedikit lega. Karena kedua sahabatnya terus berada di sisinya.
Kuhela napas pelan, menatap ke sekeliling ruangan yang mendadak sepi. Suasana suram akibat kesedihan dan kehilangan masih terasa sekali. Sekarang ini, aku merasa, statusku sebagai wali kelas patut aku syukuri. Setidaknya, tidak akan ada yang curiga dengan keberadaanku di rumah ini.
Kulirik jam tangan yang melingkari tangan kanan. Hampir satu jam, rombongan para pengantar belum kembali juga. Tidak lama setelahnya, beberapa mobil terparkir di halaman depan rumah Kinal. Aku langsung beranjak berdiri. Menyambut rombongan para pengantar. Kulihat Kinal masih terus mendampingi Mama Wulan turun dari mobil kemudian memapahnya masuk ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Lover [END]
Fanfiction[17+] Ini hanyalah kisah tentang hubungan dua insan dengan segala kerumitan di dalamnya. Attention! Jangan buka cerita ini! Jika tidak ingin kecewa.... Happy Reading!