29. Rencana

3.2K 418 68
                                    

"Oii, Kinal!" Boby berlari kecil ke arah Kinal yang baru saja tiba di depan gerbang sekolah. Wajahnya terlihat ceria secerah mentari pagi yang menyeringai, menerobos celah beberapa deret pohon mahoni yang berada di sisi kanan-kiri gerbang sekolah mereka.

Kinal tersenyum lebar. Mematri langkah menunggu Boby mendekat ke arahnya.

"Apa kabar, Bro?" Boby langsung membelit bahu Kinal. "Ah, gue kangen banget, deh," desis Boby berlebihan.

Merasa sedikit risih dengan pelukan sahabatnya. Kinal berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Boby. "Kabar saya baik, Bob. Maaf udah buat kamu cemas," tutur Kinal sambil melirik ke arah sekitar. Wajahnya terlihat sedikit tidak nyaman karena beberapa pasang mata mengarah kepadanya.

"Bob, udah," ujar Kinal masih mencoba melepaskan diri.

Boby pun langsung melepaskan rangkulannya. "Syukur, deh. Gue lega dan seneng ngelihat lo di sini." Boby celangak-celinguk seolah mencari seseorang.

Kinal membetulkan kacamatanya yang turun. "Kamu lagi cari siapa?"

Senyum khas Boby langsung tersimpul di bibirnya. "Gue nunggu yayang Shania," bisik Boby dengan penuh percaya diri.

Kepala Kinal hanya bergerak sambil memamerkan senyum halusnya. Kakinya pun hendak melangkah, namun sepasang tangan yang melingkari tubuhnya memaksa langkahnya kembali terpatri.

"Kinal! Kamu udah masuk," pekik Jinan sambil memeluk tubuh Kinal.

Boby hanya menepuk jidat sambil menggeleng. "Woy, udah woy meluknya. Gila Jinan! Kebiasaan nistanya belum lenyap juga," celetuk Boby sambil memutar bola matanya.

Jinan pun langsung beraksi. "Apaan sih, lo! Rese, deh. Gue kangen sama Kinal, tau!" semprot Jinan memasang tatapan membunuh.

"Iya, deh. Serah, Nan. Serah! Tapi, lo enggak malu apa dilihatin sama yang lainnya," ujar Boby menaikkan dagunya.

Jinan pun menoleh ke sekeliling. Beberapa pasang mata memang mengarah ke arahnya. "Ah, bodo amir. Mereka kan cuma iri karena enggak bisa meluk cowok alim nan populer di sekolah ini," seloroh Jinan sambil menyimpulkan senyum bangganya.

Kinal hanya tersenyum hambar. Menatap ke arah Boby yang tengah menggerakkan kepalanya.

"Hei, guys! Nanti, abis pulang sekolah kita nonton, kuy. Ada film Cars 3," ujar Jinan penuh semangat. "Kata keponakan gue, filmnya sedih gitu karena si Mcq--"

Boby langsung membekap mulut Jinan. "Enggak usah pake spoiler, Marimar! Ya, udah. Lo yang bayar, ya. Sekalian konsumsinya," pinta Boby.

Jinan mendesis kesal. "Ish, tangan lo bau jengkol, Malih!" omel Jinan kemudian menekuk wajahnya.

"Ah, masa, sih." Boby mengendus tangannya sendiri. "Enggak, ah. Lo kali yang lagi ngidam jengkol. Jadi, bawaannya nyium aroma jengkol terus," balas Boby tak kalah sengit.

Kinal tersenyum lebar melihat kedua sahabatnya berdebat kusir.

"BODO!" ketus Jinan.

"Eh, iya. Kamu bisa kan, Nal?" Suara Jinan langsung berubah merdu dan lembut.

"Bisa, kok. Tapi, saya harus ikut ulangan susulan Sejarah dulu," tutur Kinal.

"Oke, enggak masalah. Kita bakal tungguin, kok." Sebelah sudut bibir Jinan terangkat tinggi.

"Asyik!" pekik Boby riang. "Kapan lagi, Nal. Kita nonton bareng. Bentar lagi kan mau UTS." Boby membetulkan tali ranselnya.

Kinal hanya mengangguk tersenyum dengan sangat lebar.

My Secret Lover [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang