Terima kasih untuk semua dukungannya. Saya masih enggak nyangka dan tak percaya jika cerita ini, sekarang, bisa tembus 100 vote bahkan lebih deh. Padahal, waktu itu cuma 10 vote setiap part-nya. Kalian semua sungguh luar biasa. Jadi, mohon dukungannya hingga akhir. Semoga aja, ya. Saya bisa namatin cerita ini. Huft! Semangat!
Sekali lagi, terima kasih banyak.
Yang kemarin nanyain tulisan blink-blink-nya, udah saya buat lagi tuh.
Semoga suka.... ^^
*Belum diedit* Kalau ada salah-salah, mohon koreksinya. m(_ _)m
*****
Nyonya Veranda baik-baik saja. Hanya saja, mengingat usia kehamilannya masih menginjak trisemester pertama. Sebaiknya, jangan terlalu kecapekan. Istirahat yang cukup dan tidak boleh stres karena sangat penting untuk kesehatan janinnya. Mengingat trisemester pertama ini, masih amat rentan.
Maafin Veranda, Ma.
Maaf, karena sudah mencoreng kepercayaan Mama.
Mencoreng nama keluarga!
Kata-kata Dokter Lukman beberapa waktu lalu masih terus terngiang di telinga saya. Rentenan kalimat Kak Veranda di sela-sela tangis sesegukannya pun masih memenuhi isi kepala saya, dan itu benar-benar mengganggu konsentrasi saya. Saya menyimak pelajaran yang diberikan Bu Frieska tanpa minat. Karena sejak tadi, isi kepala saya tidak bisa diajak kompromi untuk mengikuti pelajaran Kimia hari ini.
Saya menghela napas panjang, begitu bel jam istirahat terdengar, setidaknya itu cukup membuat saya lega lalu mengarahkan pandangan ke arah luar jendela. Sekadar mencari suasana lain yang bisa (mungkin) saja mengubah suasana hati saya. Atau bahkan bisa melupakan sejenak beban pikiran saya.
"Nal! Lo enggak istirahat?" Suara keras Boby sedikit menyentak lamunan saya.
Saya menoleh, menggerakkan kepala. Karena tidak terlalu berselera pergi ke kantin untuk sekadar mengisi perut.
"Lo kenapa, sih? Kalau gue perhatiin, beberapa hari ini ... lo sering banget ngelamun, Nal? Lo ada masalah?" Boby menepuk bahu saya. "Kalau ada masalah, lo bisa cerita ke gue, Bro. Jangan sungkanlah! Gue pasti bantuin kok, selama ada yang bisa gue bantu."
Saya benar-benar merasa lega dan bahagia punya sahabat seperti Boby. Yang selalu ada kapan pun dan dalam kondisi apa pun ketika saya butuh. Tapi maaf, Bob. Untuk urusan yang satu ini saya tidak bisa cerita ke kamu—kata saya membatin. Terang saja, ini bukan masalah sederhana. Masalah ini terlalu pelik. Bahkan saya pun, tidak tahu harus berbuat apa. Entah harus bahagia atau meratapi takdir hidup saya.
Boby masih terus mengamati saya dengan raut cemas. Memang sejak mengetahui kabar kehamilan Kak Veranda. Dunia saya benar-benar kacau. Entahlah ... saya jadi sering melamun. Membayangkan bagaimana masa depan saya? Apa yang harus saya lakukan? Bagaimana caranya menjadi seorang suami bahkan ayah yang baik untuk mereka berdua? Saya benar-benar bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Lover [END]
Fanfiction[17+] Ini hanyalah kisah tentang hubungan dua insan dengan segala kerumitan di dalamnya. Attention! Jangan buka cerita ini! Jika tidak ingin kecewa.... Happy Reading!