10. Salah Tingkah

3K 320 42
                                    

Aku menyibak selimut dengan malas, entah kenapa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menyibak selimut dengan malas, entah kenapa ... beberapa hari ini, badanku terasa pegal-pegal setiap kali bangun tidur dan aku pun mudah sekali mengantuk. Menelisik rutinitas yang kulakukan selama ini, pun tidak terlalu menyita tenagaku. Pergi mengajar seperti biasanya dan selebihnya, aku hanya menunaikan tugasku sebagai seorang menantu dan istri di rumah ini—mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga—membantu Mama menyiapkan sarapan dan makan malam. Kurasa, itu tidaklah berat. Aku duduk sejenak di tepi ranjang, sekadar menghilangkan kabut mimpi yang seolah masih enggan beranjak dari pelupuk mata lalu merenggangkan otot-ototku yang terasa kaku.

Setelahnya, dengan sedikit langkah terseok aku menuju kamar mandi sekadar menyegarkan tubuh. Kuraih, seragam kerja yang sudah kusiapkan sejak semalam. Mematut penampilan sejenak lalu hendak mengambil parfum kesukaanku, namun urung kulakukan. Sungguh aneh, akhir-akhir ini ... hidungku sangat sensitif. Tidak bisa mencium wangi apa pun. Um ... maksudku, setiap kali mencium wangi yang terlalu menyekat, perutku terasa bergejolak dan benar-benar membuatku kepala pusing dalam hitungan detik. Seperti parfum itu. Padahal, sudah sejak SMA aku lebih memilih musk yang dipadu aroma bunga lily dan buah apel sebagai wangi parfum pilihan. Namun sejak beberapa hari ini, wangi parfum tersebut benar-benar harus kuhindari. Sepertinya, aku harus ke dokter THT. Mungkin saja, ada yang salah dengan indra penciumanku. Aku pun menyambar tas kerja serta beberapa buku kemudian berlalu dari kamar.

.

..

Suasana ruang guru masih lengang. Kutaruh tas dan buku-buku di atas meja. Masih terlalu pagi, maklum saja hari ini adalah aku kebagian tugas piket menggantikan Bu Melody.

"Selamat pagi, Bu Veranda?"

Suara sapaan seseorang langsung membuatku mengangkat kepala. Ternyata, Pak Herman.

"Selamat pagi, Pak!" balasku santai kemudian melihat jadwal pelajaran hari ini.

"Tumben, Bu Veranda sudah datang," ucap Pak Herman selagi menarik kursi dan duduk tepat di samping mejaku.

Huft!

Untung saja, masih sesepi ini. Kalau tidak, aku takut akan ada rumor yang tidak-tidak tentangku dan Pak Herman. Maklum saja, selama ini Pak Herman sangat baik padaku. Dan ucapan Bu Yona di hari itu masih terus kuingat. Aku pun terus berusaha menjaga jarak dengan pria yang tampak begitu gagah dengan balutan seragam training-nya.

Aku hanya mengurai senyum halus. "Iya, Pak. Hari ini, Bu Melody berhalangan. Jadi, minta saya untuk menggantikan tugas piketnya."

Pak Herman menggerakkan kepalanya. Suara gesekan kursi di lantai benar-benar membuat pendengaranku tidak nyaman. Terlebih lagi, Pak Herman menopang tangannya di meja kerjaku. Itu sangat mengganggu konsentrasiku dan yang pasti aku merasa tidak nyaman.

Aku hanya tak acuh, masih menggoreskan penaku pada buku agendaku sekadar mencatat materi apa saja yang harus kupersiapkan hari ini. Meski semalam, aku sudah mempersiapkannya. Tidak ada salahnya sekadar mengeceknya kembali.

My Secret Lover [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang