Aku sungguh tidak tau bagaimana menggambarkan perasaanku sekarang. Jelas saja, karena rencana untuk menyusul Rasta tidak akan pernah terwujud.
Jio sakit saat sedang sendiri di rumahnya. Aku mengetahuinya secara tak sengaja sewaktu berkunjung ke rumah Jio. Anak itu sungguh mengesalkan. Sakit tapi tidak mengatakan apa-apa.
Apalagi dia sedang sakit begini. Rasta memang selalu menjadi pusat dari orientasi pikiranku. Namun bukan berarti aku akan mengabaikan sahabatku yang sakit begini.
"Gue udah bikinin lo bubur nih. Makan terus minum obat ya?" Jio hanya melirik sekilas ke arahku kemudian sibuk dengan game di ponselnya. Uhhh dalam keadaan sakit sepertinya sifat alamiah Jio tidak bisa hilang.
Aku meletakkan bubur dan gelas ke samping ranjang Jio. Tepatnya di sebuah nakas kecil yang dekat dengan lampu kecil dan jam waker burung hantu. Lalu kurampas ponsel Jio dari kedua genggamannya.
"Jio elo mau cepet sembuhkan? Gak kasian apa sama gue yang udah berkorban buat elo?"
Aku tahu dia itu susah dibujuk, tapi Jio memiliki hati yang sangat mudah bersimpati pada orang lain. Jadi tidak sulit bagiku mengeluarkan tampang memelas di hadapannya. Toh aku sekarang memang sedang sedih.
Dia hanya mengerutkan keningnya saat menatapku. Sepertinya dia meragukan ketulusanku. Aneh, padahalkan kami bersahabat sejak lama. Dan Jio sedang sakit. Tapi tetap saja kewaspadaannya tidak berubah. Selalu menganggap niat baik sesorang hanyalah kedok untuk menyembunyikan maksud lain. Tapi aku benar-benar tulus dan tidak memiliki maksud lain yang tersembunyi.
"Yang bener aja dech Din. Elo maupun gue juga tau. Kalo gue bukan anak kecil yang mesti elo urusin. Elo bisa ninggalin gue dan nyusul pangeran berkuda putih lo yang sering elo puji-puji itu." Jio nampak kepayahan ketika memaksan dirinya untuk mengeluarkan kata-kata sepanjang itu saat sedang drop begini.
"Bener banget gue jadi kepengen pergi sekarang tau gak? Tapi elo pikir gue tega apa liat sahabat gue sakit gini sendirian gak bisa apa-apa. Mau ke kamar kecil aja dibantu." Wajahku agak condong ke depan memberikan sedikit intimidasi pada Jio.
"Perlu ya ngeledek gue gitu?"
"Ya elo sich susah dikasi tau."
Berhasil. Jio sudah memberikan tanda jika dia tidak akan membantah lagi. Kembali mangkuk yang berisi bubur itu ku ambil dan ku aduk-aduknya, mendinginkan bubur itu agar bisa langsung di makan oleh Jio.
"Ini makan." ku sodorkan mangkuk bubur itu di depan muka Jio yang segera ia ambil dan nenyendok bubur itu ke dalam mulut sebanyak-banyaknya. Baru satu sendok wajah Jio menjadi tegang. Matanya melotot dan menatapku horor.
"Ada yang aneh?" Jio menggeleng kemudian melanjutkan makannya. Apa rasanya aneh? Pikirku. Padahal sewaktu ku cicipi tadi rasanya lumayan meski tidak begitu enak. Setidaknya layaklah untuk dimakan. Mungkin karena sedang sakit indera perasa Jio juga ikut kacau.
___
Sudah hari minggu saja. Untungnya kemarin kondisi Jio sudah baikan hingga aku tak perlu lagi mengunjunginya untuk memastikan dia makan dan meminum obatnya dan yang pasti dia cukup beristirahat.
Mengenai Rasta. Dia sama sekali belum memiliki inisiatif untuk membalas pesanku atau memberi kabar. Apa dia masih marah ya?
Angin kencang menghempaskan jendela kamarku hingga memberikan kesan menutup dan membuka yang menyeramkan. Langit juga semakin gelap. Aku mengehembuskan nafas dengan pelan. Sudah mau malam. Tidak melihat Rasta membuat tempat yang ku pijak seakan berhenti berjalan hingga terasa begitu lama.
Besok. Aku akan bertemu dengan Rasta. Kata Mentari hari ini Rasta akan pulang. Keyakinan itu sukses membuatku tersenyum ya besok. Besok akan kuberi Rasta pelajaran. Biar dia tahu rasa tersiksa karena orang lain.
___
Hari yang kutunggu telah tiba. Hari ini aku akan menemui Rasta. Bahkan hari ini aku menghabiskan waktu yang begitu lama di kamar mandi.
Aku juga memastikan jika penampilanku hari ini sudah sempurna dan tidak seperti hari biasa yang mana warna lipstik akan kugunakan adalah warna orange muda. Hari ini aku memoleskan lipstik merah di permukaan bibirku.
Rambut panjangku yang biasanya kugelung asal kini kubiarkan terurai. Aku ingin sedikit tampil beda hari ini di hadapan Rasta.
Bagaimana ya reaksi Rasta nanti jika melihatku yang seperti ini?
Apa dia akan suka dan mengatakannya dengan jujur?
Atau malah diam saja?
Apapun reaksi Rasta, aku sangat penasaran. Tidak mungkin dia membenciku jika selama ini dia membiarkanku terus menempel padanya. Ya, meski dia lebih sering bergeming melihatku di sekitarnya.
Aku menatap cermin besar di hadapanku dengan mata menyipit, memastikan jika tak ada yang kurang. Setelah merasa cukup aku mengambil tasku dan bersiap ke kampus.
Rasta kita akan bertemu, tidak lama lagi.
TBC
Visual Jio
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You (Completed)
ChickLitMasalah yang dihadapi oleh Medina itu klise. Dia naksir sama orang yang salah. Bukan orangnya yang salah tapi pilihan Medina yang keliru. Jelas saja jika perasaan sukanya terhadap orang itu lumrah disebut sebagai cinta sepihak. Kasian banget! Disc...