16. Cewek Hipokrit

382 27 0
                                    


Rasta masih betah berlama-lama di ruangan serba putih ini. Sebenarnya aku berharap saat Mentari hendak keluar sebentar, gadis itu meminta Rasta untuk menemaninya.

Sangkaku harusnya Mentari tidak akan suka jika temannya ini berada di ruangan yang sama denganku dan hanya berdua saja.

Oke, aku berharap kalian hanya memikirkan yang iya iya saja. Sebab yang berada di depanku sekarang adalah Rasta.  Seorang Rasta yang terkenal berdarah dingin. Lengkap dengan ekspresinya yang sulit ditebak.

Ah terlalu awkward. Aku berharap sikap tidak tahu maluku pada Rasta bisa keluar seperti dulu-dulu. But it's impossible. Even diriku yang malang ini harus berpura-pura tidak mengingat jika Rasta sudah pernah memberikan penegasan.

Bagaimana ia peduli dengan anggapan Mentari dan bagaimana tidak pentingnya aku dalam hidup Rasta.

I think i'm gonna cry.

Aku sadar jika kediaman kami hanya akan menyiksa Rasta. Jadi segera saja aku bangkit dari posisi rebahku yang sepertinya berhasil menarik perhatian Rasta. Dari sudut mataku Rasta terlihat ragu. Bibirnya seakan bergerak tapi tak ada suara. Kedua tangannya yang terjaga di sisi tubuhnya terkepal meski hanya sedetik. Semua itu tidak luput dari pandanganku.

"Nggak duduk Ras? Pasti capek berdiri terus." Tawarkan setelah posisiku untuk duduk terasa nyaman. Agak pening sich.

"Apa?" Seperti pernyataanku yang tadi begitu sulit untuk dia cerna hingga harus bertanya untuk memintaku mengulang kembali kata-kataku.

Merasa kesal pastinya. Tapi aku tidak bisa marah. Apalagi jika sudah menemukan pupil tajam itu.

"Duduk Ras." Ujarku sambil melirik kursi di sampingku. Dia hanya mengangguk dan berjalan dengan ragu mendekat ke arahku.

Aromanya masih sama. Aroma khas sabun milik Rasta yang bercampur dengan keringat semakin kental kala dia terus mendekat. Terdengar aneh. Tapi aku selalu suka dengan aroma Rasta.

Sebisa mungkin aku tetap diam. Berusaha bersikap jika keberadaan Rasta yang begitu dekat denganku tidak memberikan pengaruh apa-apa.

"Apa kita bakal diam-diam aja kayak orang pacaran lagi marahan?"

Syukur aku tidak sedang mengunyah atau minum. Jika iya maka akan tersembur karena ucapan spontan Rasta itu. Aku yakin sekarang mataku pasti sudah melotot kearahnya.

Anehnya Rasta hanya tersenyum ke arahku. Sedikit membuat perasaanku menghangat.

Ahhh Rasta kok kamu masih ngefek di hati aku sich?

-TBC-

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang