18. Pelaku yang sebenarnya (Rasta's side)

385 31 1
                                    

Aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku. Dia menangis, begitu jelas. Bahunya yang terguncang. Suara tersendatnya, gumaman tangisnya yang mirip dengan anak-anak.

Hanya saja aku tidak bisa melihat bagaimana wajahnya yang sedang sedih itu. Tak ada yang bisa ku lakukan. Betapa payahnya aku ini. Sebagai seorang yang peduli aku harus menenangkan Medina.

Mungkin saja aku yang terlalu percaya diri menganggap bahwa akulah penyebab tangisan Medina. Bisa saja ia merasa kesakitan atau apapun yang pasti bukan karena aku.

Aku baru akan melangkah lebih cepat yang pada akhirnya tertahan dengan getaran ponselku di saku sweaterku. Tidak perlu dijawab. Ternyata Mentari. Langsung saja kumatikan dan keluar meninggalkan Medina yang cengeng itu.

Apapun rencana Mentari, sepertinya gadis itu mendapatkan apa yang ia inginkan. Tapi menyakiti orang yang masih memiliki darah yang sama dengannya?

Ahh terkadang aku lupa bagaimana ambisiusnya Mentari. Dan gadis ambisius itu adalah orang yang kupuja.

___

"Elo gak mesti ngelakuin ini semua Tar." Ucapku saat kami sudah berada pada jarak yang dekat. Aku menemukan Mentari di area port car.

"Bukannya itu bagus buat dia. Liat orang yang dia gilai abis-abisan."

Aku menatapnya dengan tidak percaya.

"Bisa-bisanya elo ngomong kayak gitu? Bahkan nggak nunggu sampai Medina sehat dulu?"

Mentari tertawa. Hingga kedua matanya tertutup saking larutnya ia dalam kesenangannya.

"Dan kenapa juga gua harus care gitu sama dia?"

Mentari merespon dengan pertanyaan.

"Please Mentari yang gue kenal tidak sejahat itu."

"Are you begging me?" Sininya. "Kalau iya berarti ada yang salah. Karena Rasta yang gue kenal nggak mungkin memohon hanya untuk cewek murahan macam Medina."

Mentari mulai lagi. Dia kembali menghina Medina di depanku. Harusnya pernyataan Mentari tadi itu tidak berpengaruh apa-apa.

Kalau pun iya maka harusnya semua itu tidak kuperlihatkan dengan jelas. Salah satunya dengan diam. Tapi yang kulakukan malah lebih parah dari sekedar diam saja dan mendengar Mentari mengoceh.

Aku meninggalkan Mentari begitu saja di tempat itu. Tidak mengatakan apa-apa atau basa-basi sedikit pun.

Aku hanya ingin menjauh dari gadis itu sebelum emosiku yang mengambil alih dan melakukan hal-hal yang sangat tidak gentle.

Memukul wajah mulusnya mungkin?

-TBC-

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang