28. Pilihan A B C D

256 16 0
                                    

Cia pernah berkata bahwa di dunia ini kita selalu memiliki pilihan. Dan pada setiap pilihan memiliki peran yang sangat menentukan bagaimana langkah kita. Juga setiap resiko saat memilih untuk mengorbankan pilihan lainnya untuk sesuatu yang kita anggap lebih baik.

Mungkin Cia hanya sekali mengatakannya. Tapi kata-kata Cia itu terus saja menghantuiku. Saat mengatakannya pun Cia tidak terlihat begitu serius. Bisa dibilang agak ngaur tentu saja saat itu Cia memang mabuk.

Sekali lagi tolong jangan melabeli Cia sebagai suatu masalah hanya karena kebiasaannya itu. Toh dia tidak merugikan siapapun dan juga akulah yang selalu repot tiap Cia mabuk.

Aku selalu saja memikirkan kalimat Cia setiap aku merasa jika perbuatanku sudah begitu salah. Mungkin saja ini disebabkan karena pilihanku sendiri. Atau resiko karena hanya memikirkan diriku.

Aku ingin bahagia. Itu saja. Tapi kenapa malah jadi sekacau ini. Cia sudah menegaskanku untuk menjauhi Rasta.

Tapi kata-kata Rasta yang terakhir sewaktu bertemu malah membuatku menjadi ketakutan. Dia menjadi lebih hangat dan lain. Cukup lain untuk berhasil membuatku takut.

Tapi bagaimana dengan harga diriku? Apakah harga diriku lebih kecil keinginanku untuk berbahagia?

Pertanyaan-pertanyaan itu sungguh menohok diriku sendiri. Cia ataupun Jio pasti pernah memikirkan pertanyaan seperti itu. Tapi mereka tidak pernah mengatakannya.

Jadi saat kemarin Rasta mengatakan bahwa dia cukup kehilanganku maka bukannya merasa senang tapi malah aku menjadi khawatir.

Aku menyukai Rasta, hanya itulah yang kutahu.

___

Rasta tersenyum. Wajahnya yang lembut semakin bersinar kala ia tersenyum. Tentu saja senyumannya itu sukses membuatku berdebar-debar.

Tuhan, dia tersenyum kepadaku.

Apa kalian pernah menyukai seseorang dengan amat sangat?

Jika iya kalian pasti mengerti perasaanku kini.

"Rasta?"

"Ya ini gue." Rasta masih tersenyum berbanding terbalik denganku yang hanya terperangah.

Tapi anehnya semua ini terasa hambar. Dan yang kuinginkan adalah menghindari Rasta sejauh mungkin. Perasaan hangat yang awalnya kurasa karena sikap ramah Rasta tadi sudah lenyap.

Aku tidak tahu kenapa. Mungkin karena aku masih terkejut. Hingga rasa-rasanya aku tidak bisa menyimpulkan perasaanku yang sebenarnya.

"Ada waktu sebentar? Gue mau ngomong sesuatu."

Aku mengangguk dan memilih untuk mengikuti Rasta dari belakang.

"Masih ingat gak waktu di supermarket dulu?"

Aku yakin jika dia sama sekali tidak memiliki niat untuk bernostalgia. Dia hanya sedang basa-basi!

"Iya. Aku pikir kamu bakal nyuekin aku ternyata kamu juga nanya balik siapa nama aku."

Sejujurnya aku sedang berusaha menahan senyumku. Aku tidak ingin terlihat jelas jika aku sangat mengingat kejadian itu. Tapi kembali lagi bahwa jika aku tidak menahan diri maka aku akan semakin menyedihkan.

Jadi kuputuskan untuk bersikap biasa-biasa saja. Mari kita lihat sejauh mana kemampuanku untuk bersandiwara.

"Lovely jadian ya sama Jio?"

"Ya, aku baru tahu kemarin sich."

Rasta menautkan jemarinya untuk kemudian menyanggah dagunya itu. Ia mngerutkan keningnya. Seolah memikirkan sesuatu.

"Kenapa Ras?" Tanya sebab lima menit berikutnya Rasta masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Ini bukan karena elo?"

Sungguh aku tidak paham dengan maksud Rasta.

"Maksud kamu apa?"

Dan yang kulakukan adalah merespon pertanyaanya dengan kalimat tanya.

"Dia nggak bermaksud main-main doang kan."

Finally aku paham juga.

"Dengar ya Rasta. Jio sama sekali tidak ada kaitannya sama aku. Dan perlu kamu ketahui Jio tidak mungkin melampiaskan sesuatu yang tidak penting sama gadis yang tidak mengerti apapun dengan kondisiku."

Terangku cukup panjang. Entah kenapa pertanyaan Rasta itu sedikit menyinggungku meski yang ia tanyakan adalah Jio.

Sebab yang kutahu Jio tidak seburuk itu. Dia cukup gentle untuk melakukan hal sekanak-kanakan itu. Dan yahh Jio cukup tegas untuk mengatakan apa yang ia harapkan.

-TBC-

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang