12. Batu + Batu = Retak

424 24 0
                                    

"Gak ada satupun hal yang bisa gue perbuat Din." Matanya yang bening menyorot tajam, dengan nada suaranya yang terdengar empuk malah menjadi suatu kekontrasan.

Apa aku terintimidasi dengan perlakuan Rasta sekarang?

Dia akan tahu jika melihat mataku sekarang yang mulai berbinar untuknya. Dan tepat, dia menjadi tertegun. Seketika wajahnya nampak shock. Bukan cuma dia yang terkejut, aku pun begitu. Sayangnya perasaanku yang entah bagaimana berubah dengan cepat semakin menghilang seiring dengan sosok yang semakin dekat di depanku.

"Jadi apa jawaban kamu 'itu' sudah final?" Tanyaku seolah penasaran. Reaksi Rasta beberapa waktu yang lalu begitu membuatku kembali bersemangat.

Mencoba kemudian didorong.
Mencoba kemudian dipukul.
Mencoba kemudian ditarik.

Namun tetap saja aku menjadi batu untuk terus mencoba.

Tidak masalah, sampai seratus kali pun aku masih sanggup.

"Medina, gue gak mau ngomongin ini. Tapi apa boleh buat."

"Oh ya?" Apa dia sudah memutuskan akan memberikan sedikit pukulan?

Aku mulai merasakan firasat buruk.

"Antara gue dan elo gak mungkin bisa punya relasi yang baik. Teman? Gue tahu elo ngerep lebih. Pacaran? Hahhhh come on itu mustahil."

Sial.

Rasanya mataku mulai basah. Jika Rasta berniat membuatku jatuh maka dia berhasil menekan tombol yang tepat.

"Karena Mentari lagi?"

Aku yakin dalang dari sikap Rasta yang begitu menjaga jarak denganku adalah karena Mentari. Tapi semakin kupikirkan malah semakin membuatku merasa bodoh karena keyakinanku itu.

Tidak mungkin jika hanya gara-gara Mentari. Dia tidaklah sepenting itu bagi seorang Rasta yang selalu merasa bebas untuk melakukan apapun tanpa harus memedulikan orang lain.

Dia hanya diam. Lalu begitu saja meninggalkanku sendiri tanpa menjawab pertanyaanku.

Tidak, Rasta nggak bisa seenaknya begini.

Dari jarak yang masih cukup bagiku untuk melihat Rasta yang terus berjalan dengan langkah tenang. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terpikir olehku sekarang. Dengan mengikuti dorongan yang sekali lagi untuk bisa lebih dan lebih dekat.

Aku hanya tidak peduli.

Rasta tidak akan pernah bisa menjauh dariku. Apapun caranya aku akan terus berada di sekitarnya.

Mentari? Akan ku abaikan rubah betina itu.

Sejuta Mentari pun tidak akan memberi pengaruh apapun terhadap perasaanku.

Rasta berhenti di ujung lantai. Sepertinya dia memikirkan sesuatu kemudian kulihat seorang gadis yang berjalan sambil membelakangiku hingga sulit untuk mengetahui siapa dia yang terus mendekati Rasta. Gadis itu berhenti. Tidak perlu waktu lama sebab segera aku mengetahui jika gadis itu adalah Mentari.

-TBC-

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang