15. Shock Treatment

397 29 0
                                    

Cukup lama juga hariku yang penuh goncangan, jika melihat Rasta itu masuk kategori. Maka perubahan itu sudah cukup membuatku merana luar biasa.

Tolong jangan katakan jika aku ini alay, baperan, or mellow banget. I know that tanpa kalian katakan. Dan yang terburuk adalah asam lambungku kembali kumat. Rasanya tuh sakit banget, mual pusing.

Jadilah aku terbaring di tempat yang sama sewaktu mendapatkan perhatian Rasta untuk pertama kalinya beberapa waktu yang lalu. Keadaan lemas, lesuh, tidak berdaya. Desperate banget nggak tuh!

L. Keberadaan sepupu yang paling dan ter ter kubenci malah muncul di depanku. Oh ya bonusnya ada si raja berkuda hitam.

Jangan tanya apa yang kurasakan sekarang. Sebab apapun yang ingin kulakukan semuanya menjadi tertahan. Terpaku, dengan mataku yang tak bisa fokus pada satu objek. Muter mulu!

"Hai Din." Mentari menyapaku dengan senyum biasanya. Karena saat ini rubah betina itu bersama dengan dia. Iya dia. Si dia. Hmmm ya Rasta. Jadi senyum Medina itu tidak bisa kuartikan dengan maksud yang tulus.

"Hmm hai." Balasku dengan malas. Semoga suaraku terdengar biasa saja.

"Elo keliatan pucat."

Apa dia sedang bertanya? Dengan nada ambigu yang tentunya terdengar menyebalkan dan mengundang konfrontasi di kupingku.

"Yaaa gue sakit, nggak sehat. Apa coba yang elo harapin?"

Mentari tertawa sedetik. Cuma sedetik.

"Jangan sinis gitu nanti elo malah tambah sakit. Gue udah bawain sesuatu yang pastinya bakal bikin sehat lagi."

Oh jangan lupakan keberadaan Rasta di ruangan ini. Sejak pertama kali menatap wajahnya tadi, aku sama sekali tidak pernah lagi berani menatap wajahnya.

Aku takut gara-gara dia keadaanku akan bertambah menyedihkan. Jangan sampai aku nangis jejeritan. Ehhhh kok malah absurd gini.

"Gue bawa bolu kukus kesukaan lo nih."

See, sepertinya Mentari sangat senang menggunakan kalimat yang ambigu hari ini. Aku kira dia sedang menyinggungku mengenai keberadaan Rasta.

"Dan gue juga bawa Rasta."

Mentari tersenyum. Seolah tidak menyadari bagaimana hubungan kami semua yang begitu rumit.

Sementara Rasta. Dia bahkan tidak move on dari posisi berdirinya yang kaku.

"Oh." Hanya itu yang keluar dari bibirku.

Aku menatap ke bawah. Hanya melihat sepasang sepatu sneakers abu-abu milik Rasta. Sebenarnya aku ingin lebih naik lagi, jauh ke atas untuk bisa melihat Rasta secara keseluruhan. But i can't.

-TBC-

An/ Thanks udah mau baca. 😘

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang