54. Kabar 'Anu'

228 11 0
                                    


Jam yang terus saja beranjak sama sekali tidak membuatku lelah untuk bisa menemui Cia, sahabtku yang sudah beberapa waktu ini jarang kutemui. Kami memang mengambil kelas yang berbeda tahun ini. sedangkan Jio, ah sepertinya semenjak pacaran dengan Lolita, waktu yang dimilikinya menjadi terbatas.

Kuraih kaca ketigaku selama menunggu di kafe ini. masih tetap santai walau Cia sudah sangat telat. Kuharap saat datang nanti dia memiliki alasan yang masuk akal. Ya, meski sudah mahasiswa Cia masih saja suka menggunakan alasan yang akan membuat siapapun mengangkat sebelah alis.

‘’Upss sorry telat.’’ Akhirnya Cia datang. Penampilannya terlihat kacau. Rambutnya juga agak basah karena keringat. Ia mengambil tissue dari tasnya kemudian mengusap jejak keringat dari dahinya.

‘’Hmmm kamu habis ngapain sich?’’ Tanyaku hati-hati, walaupun sebenarnya dia keliatan abis kayak hmmm ya kalian tahulah apa maksudka. Dia abis ‘anu’ tadi dan ingat kalau dia ada janji, makanya nggak bisa rapi-rapi dulu.

‘’Yaelah kayak nggak tau ajah. Di luarkan panas. Mana motor gue ada di bengkel.’’ Alasan yang basi sebenarnya. Tapi aku tak ambil pusing jadi kubiarkan saja dia, mungkin Cia tidak berniat membaginya denganku. Tak masalah, dia sudah cukup dewasa untuk mengtahui batas-batas.

‘’Tumben ngajakin hang out nggak bareng Junior lagi?’’ tanyanya sambil melirik ke arahku. Kurasa kata melirik ini perlu digaris bawahi, kenapa tidak menatapku langsung saja. Tindakannya itu jelas sangat terkesan sinis padaku. Tapi Cia temanku ‘kan, aku tidak boleh berprasangka padanya.

‘’Nggak apa-apa, Junior mungkin sibuk, dia udah jarang sich ngintilin aku.’’ Meski kucoba untuk tidak berprasangka tetap saja rasanya aku masih ingin menguji dia, mencoba mencari tahu jika prasangkaku itu salah.

‘’Oh ya?’’ Katanya setelah menyebutkan pesanannya pada waitress.

‘’Hmm.’’ Gumamku.

‘’Dia perhatian banget sama lo.’’

‘’Maksudnya?’’ Tanyaku memastikan. Dia itu sedang menebak atau bertanya?

‘’Maksud gu, elo udah ngasih dia sinyal belum?’’

Aku diam, tidak langsung menjawab. Perkataan Cia tadi membuatku bingung. Mengapa dia berkata seperti itu? Jelas-jelas dia tahu kalau aku begitu tergila-gila dengan Rasta. Apa dia merasa terancam jika Junior dekat denganku? Apa dia sebenarnya masih ada hati dengan mantannya itu? Dan yang terpenting, apakah persahabatan kami tidak lebih penting dari keberadaan Junior? Jika iya, maka jelas itu membuatku kecewa. Saat-saa aku begitu membutuhkan teman yang ternyata lebih memikirkan perasaannya. Oke, aku tidak menyalahkan Cia.

‘’Kayaknya aku udah nyerah dech sama Rasta.’’
Mata Cia membola mendengar kalimatku.

‘’Kenapa? Bukannya elo suka banget sama dia?’’ Aku memberi kode padanya agar tidak terlalu bersuara keras, mengingatkannya bahwa kami berada di tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pengunjung lainnya.

‘’Ya, tapi apa yang Rasta rasain itu lebih penting dan aku serius kalo aku cinta sama dia tapi ya...’’ Aku tidak melanjutkan kalimatku. Aku hanya tersenyum ke arah Cia yang tiba-tiba saja menampilkan raut wajah yang penuh simpati itu, sayang aku tidak merasakan ketulusan darinya.

‘’Ya ampun Din!’’ Cia beranjak dari kursinya untuk duduk di sampingku. Kedua lengannya terulur memelukku.
Kehilangan Rasta yang sebenarnya bukan milikku sudah cukup. Aku tak mau kehilangan Cia. Aku tidak peduli dengan Junior. Kami saling berdiam, dengan telapak tangan Cia yang mengusap punggungku.
__

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang