Malam datang tanpa ragu. Menutupi sebagian permukaan bumi, bulan datang dengan cahayanya yang redup. Menggantikan sang matahari yang angkuh. Meski matahri memiliki cahaya yang besar. Tetap saja aku tidak menyukai jika kulitku ini harus ditempa dengan sinarnya. Oke, lupakan masalah kulit dan matahari. Karena sekarang, malam ini aku harus kembali mengurung diri di kamar.
Semua ini salah Cia, salah Junior. Salah mereka yang terlalu egois hingga mengabaikanku yang tidak memberi keuntungan apa-apa bagi mereka. Aku marah. Tapi bisa apa? Sementara Cia tidak ada. Mana mungkin aku luapkan pada Junior, yang ada dia akan menganggapku benar-benar gila.
Tok tok..
Ketukan terdengar pelan di balik pintu kamarku, pasti Junior. Mau apalagi dia? Mau menertawakan kesialanku? Awas saja dia. Kugaruk kepalaku dengan keras. Saking kerasnya malah membuat kulit kepalaku terasa sakit. Hmm begini lebih baik, aku akan lebih fokus pada sakit di kulit kepalaku ketimbang keinginan untuk menckar wajah Junior yang ganteng itu.
“Ya kena...’’ Aku tidak melanjutkan kalimatku. Saat membuka pintu sebuah nampang berisi sepiring makanan dan dua gelas kaca. Satu air putih dan satu lagi susu putih yang masih mengepulkan asapnya.
Aku mengangkat sedikit kepalaku, mengarah pada dagu Junior. Sedikit merasa malu dengan tinggiku yang menyedihkan hingga dari jarak sedekat ini aku memiliki kesulitan untuk menatap langsung wajahnya.
Bibir Junior kelihatan kaku. Aku memundurkan diriku untuk membuat jarak hingga aku mampu untuk menatap wajah Junior secara keseluruhan. Ya, sepertinya dia juga agak jengkel. Dan tidak jelas karena apa, aku merasa begitu bersalah pada Junior. Aneh, seharusnya aku marah pada dia. Seharusnya ia menampilkan sikap yang sedikit bersimpati padaku karena membiarkanku untuk tidak tahu apa-apa mengenai keikutsertaannya pada liburan kami. Dan yang terpenting karena tidak mengatakan apa-apa soal kepergan Cia. Sebenarnya ia sudah mengatakannya, tapi terlambat.
“Sorry.’’ Kataku memecahan keheningan yang mulai menyelimuti kami.
Junior tidak menjawab. Ia hanya maju terus-menerus, nyaris menabrakku jika saja ak tidak segera minggir. Junior memasuki kamarku dengan gaya yang santai. Tsk, apa dia lupa jika yang menempati kamar itu adalah aku, dan aku adalah seorang perempuan. Sepertinya Junior sudah tidak bisa mengharaiku lagi!
“Kenapa?’’ Tanyanya sambil meletakkan nampang. Ia hanya melirikku dari balik bahunya.
“Tidak!” Pekikku agak keras. Junior menautkan kedua alisnya dengan heran. Kemudian aku sadar jika reaksiku terlalu berlebihan.
‘’Maksudnya.. Hmm bukan apa-apa.” Dasar Medina bodoh!
“Terlalu lama mengeram di kamar, elo jadi makin waras aja ya?’’ Katanya penuh penghinaaan.
“Hmm ya bukan urusan elo juga, sana keluar!” Dengan kasar kudorong Junior keluar dari kamar. Sial, kok susah banget. Junior tertawa cekikian.
‘’Aha haha udh gue bisa keluar. Di dorong-dorong sama elo tuh geli banget.’’ Katanya.
‘’Ishhh kok elo rese banget sich!” Aku ingin berteriak. Tapi tenaga yang tak seberap sudah terkuras karena mendorong Junior tadi.
‘’Oh malah gue udah sabar tahu ngadepin sikap kekanak-kanakan elo itu, please deh. Lo pikir gue ini punya penyakit kusta yang bikin elo harus jijik kalo dekat sama gue?”
Sepertinya ia sedang emosional sekarang. Dan berdasarkan pengalaman, semua orang yang emosional itu mesti dibiarin aja. Aku menatap ia yang masih saja mengerutkan keningnya itu sambil memerhatikanku. Sinting tapi memang, dia masih kelihatan ganteng kalau lagi marah gini. Hmm malahan keliatan seksi.
“Hmm.” Gumamku tanda jika tidak ada niatan untuk melanjutkan konfrontasi dengan Junior.
“Gue udah bawain, makan sampai habis, besok siang gue antar pulang.’’ Sekaran dia terdengar seperti guru sadis yang tidak mau dibantah.
‘’Hmm.”
‘’Hmm. Hmm maksudnya apa?’’ Oke sudah cukup.
“Makasih yah. Sekarang gue mau tidur dulu. Ingat janji yang tadi elo buat.’’ Aku mengingatkan dengan janji mengantarku pulang. Kemudian menutup pintu di hadapannya dengan keras. Tidak lama setelah pintu kututup masih terdengar suara desisan Junior yang kesal.-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You (Completed)
ChickLitMasalah yang dihadapi oleh Medina itu klise. Dia naksir sama orang yang salah. Bukan orangnya yang salah tapi pilihan Medina yang keliru. Jelas saja jika perasaan sukanya terhadap orang itu lumrah disebut sebagai cinta sepihak. Kasian banget! Disc...