11. Lagi dan lagi

469 24 0
                                    

Setelah percakapan kami yang pembahasannya itu-itu saja namun memakan waktu yang lama membuatku menyadari satu hal yang baru terpikir olehku. Ya apalagi jika fakta bahwa Rasta yang biasanya menutup diri untuk mengatakan suatu gagasan kini dengan tiba-tiba memintaku untuk sedikit mengerti.

Rasta memintaku untuk mengerti sesuatu yang tidak kuketahui pasti.  Tapi aku juga tidak bisa berbuat banyak. Akan terasa aneh jika setelah semua ini aku masih dengan tidak tahu malu mendekati Rasta.

Apa dia segitu nggak tahannya sama aku?

Apa baiknya aku kembali menemui Rasta saja.  Dia bukanlah orang yang sanggup menyimpan amarah berlama-lama. Betul mungkin sekarang aku harus menemui Rasta.

Pffftt bodohnya sekarang kan aku ada kelas. Nanti saja dech.

___

Menemukan Rasta di tengah keramaian mahasiswa bukanlah hal yang sulit bagi seorang penguntit sepertiku yang sudah cukup hapal mengenai dia.

Lagian Rasta itu meski pun tidak pernah membuat dirinya terkesan mencolok tetap saja dia akan terlihat berbeda dengan orang lainnya. Tolong jangan tanya kenapa, sebab aku pun tidak bisa mengungkapkannya melalui kata-kata. Yang jelas hanya aku yang bisa memahami dengan jelas apa yang Kumaksud.

Cukup kukatakan he is charming from top to toe.

Nahhh itu dia. Sepertinya Rasta sedang membicarakan sesuatu dengan temannya. Kulihat temannya Rasta itu tertawa sambil memegangi perut sedangkan Rasta hanya tersenyum masam. Keliatan jika Rasta itu kesal.

Merasa bosan sembunyi terus dari pandangannya aku tidak menunggu lama untuk membuat Rasta menyadari kehadiranku. Aku perlu penjelasan. Duh kok kayak pacar yang demanding banget. Rasta kan bukan punya siapa-siapa. Tapi terlalu sering berkeliaran di sekitarnya membuatku menjadi tersugesti.

"Rasta."

Berhasil. Dia berbalik dan apa aku salah melihat. Ekspresi Rasta kelihatan beku. Meski dengan cepat digantikan dengan wajah datarnya itu.

Teman Rasta hanya menautkan kedua alisnya dengan heran. Kemudian menatap Rasta sejenak sebelum berlalu.

"Hmmm-hmmm Hai Ras." Sapaku layaknya hari-hari biasa ketika melihat Rasta. Pura-pura lupa dengan peringatan atau tanda yang Ia berikan jika aku sudah harus menjauh. Tapi dia tidak menjawab ketika kutanya apa aku boleh ada di dekatnya terus. Itu berarti tidak masalah kan jika aku masih ada di hadapannya sampai sekarang.

Rasta mengangguk sebagai balasan dan bertanya padaku. "Ada masalah penting?"

"Nggak ada sich. Tapi kayaknya omongan kamu itu mesti kamu pikirkan lagi kayaknya."

Gugup tentu saja. Anehnya aku malah mengeluarkan kalimat yang sungguh tidak tahu diri.

Aku sudah menyiapkan diri dengan respon Rasta yang mungkin akan meledak. Di luar dugaan dia malah tersenyum padaku. Dia senyum. Tentu saja aku senang bukan main.

Karena senyum Rasta bukanlah hal yang bisa kutemui dua atau tiga kali seumur hidup. Perumpamaan yang berlebihan Tapi aku serius. Meski Ramah dia bukanlah orang suka mengumbar senyum. Seolah satu senyuman akan membuatnya terlihat lemah.

___

Into You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang