Bel sekolah yang menandakan jam sekolah telah berakhir sudah berbunyi sejak tadi. Kelas-kelas mulai kosong dan koridor tampak sepi. Penjaga kantin terlihat sedang membereskan dagangan.
Di depan pintu ruang osis sana, tampak Aga menyandarkan tubuh di dinding luar seakan sedang mencuri dengar pembicaraan seseorang yang ada di dalam ruangan.
Begitu mengetahui lokasi tempat janjian Caca dan Revival dari Reval, pemilik tubuh tinggi itu beranjak pergi dari sana dengan langkah santai. Lima belas menit sebelum waktu janjian, Aga sudah lebih dulu berada di lokasi.
Ia duduk di salah satu meja yang berada di pojok, memilih mengamati diam-diam sambil menyedot Chocolatte Frappenya yang tinggal setengah. Cowok itu sedikit menurunkan topi menutupi wajah agar tidak dikenali.
Hingga kemudian cewek yang menjadi alasannya menunggu di cafe itu datang.
Aga tidak melakukan apapun selain mengamati Caca dari jauh. Ia menyedot minumannya dengan mata bosan hingga habis.
Tidak ada yang menarik bagi cowok itu kecuali mendapati bagaimana cara Alvin menatap Caca. Kenyataan itu justru membuat perasaan Aga memburuk. Sesuatu yang aneh perlahan merasuk ke dalam dadanya. Kesal?
Kurang lebih begitu. Ia sendiri tidak yakin. Yang pasti, selera minumnya tiba-tiba saja hilang.
Caca tersenyum pada Alvin, Aga langsung memalingkan wajah. Sudut bibir cowok itu terangkat samar.
Aga tak memerlukan konfirmasi lagi ke mana Alvin pergi setelah Caca beranjak dari kursinya.
Bagaimana Alvin mencari alasan untuk bicara berdua dengan Caca bahkan memegang tangan gadis itu, sudah cukup untuk membuat api menjalari tarikan napasnya.
Aga tidak tahu kenapa perasaannya menjadi serba gelisah. Yang pasti, pemandangan itu sangat mengganggu. Ia sudah berusaha dengan amat keras menahan diri untuk tidak mematahkan tangan Alvin saat itu juga.
"Maaf, cewek yang ini nggak boleh dipegang sembarangan," ucap Aga sambil tersenyum ramah.
Mata Caca melebar mengenali Aga. Meskipun wajah cowok itu terlihat menyenangkan, namun cengkeraman tangan Aga membuat Alvin meringis hingga membuat Alvin tidak memiliki pilihan lain selain melepaskan tangan Caca.
Aga hampir saja meremukkan tangannya. Gila! Pyscho nih orang!
"Dia siapa? Pacar Lo? Bukannya tadi lo bilang lo nggak punya pacar?" kesal Alvin.
"Bu... bukan. Bukan. Emang nggak punya! Dia cuman-"
"Ah, iya. Sorry, lupa ngenalin diri. Gue penguntitnya Caca. Salam kenal,” ucap Aga mengulurkan tangan untuk berjabat.
Alvin ternganga mendengar jawaban Aga. Ditatapnya Caca kemudian mendengus pelan, tak percaya. Alih-alih menjabat tangan Aga, Alvin justru meninggalkan kedua orang itu dan berlalu pergi. Kembali ke tempat duduk dengan raut wajah kesal.
Harga dirinya sebagai seorang pangeran sekolah, sekarang direndahkan di depan umum oleh orang stress!
Aga kembali menarik tangannya yang terulur ke udara, menggaruk sisi rambutnya yang sama sekali tidak gatal.
"Lo kok bisa ada di sini sih?!" desis Caca pada Aga. "Jangan bilang kalo lo ngikutin gue?"
Cowok itu mengedikkan bahu. "Mungkin."
"Hah?"
Aga menurunkan topi, menyeruput chocolate frappenya lalu melangkah pergi dari sana seakan tidak terjadi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA (TAMAT)
Fiksi Remaja"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran bermata kelabu paling sempurna abad ini dengan tatapan menghangatkan namun sorot mata yang terlihat b...