Dua hari kemudian...
Aga terbangun di rumah sakit. Ia .engerjapkan matanya yang berat dan meringis ketika merasakan nyeri di bagian belakang kepala. Cukup untuk membuatnya kesakitan selama beberapa saat dan melupakan suara yang muncul di mimpinya beberapa saat yang lalu.
Seharusnya kamu tidak menyiksa dirimu sendiri ....
Maaf ....
Aga kembali memejamkan matanya. Ia tidak terlalu terkejut dengan keberadaannya yang terbangun di rumah sakit dengan jarum infus tertancap di punggung tangan dan perban yang meliliti kepalanya.
Ia terlalu sering terbangun di rumah sakit daripada di tempat tidurnya sendiri. Tidak terlalu membuatnya heran.
Ia bahkan hafal setiap tata letak perabotan di kamar rawat itu. Satu-satunya yang membuat hati laki-laki itu merasa terluka adalah ketika ia tahu, bahwa suara ibunya tadi ternyata hanyalah mimpi yang selama ini mengelabui bayang-bayangnya.
Ia menghalihkan matanya ke luar jendela. Langit terlihat mendung saat itu. Hujan mungkin akan segera turun. Saat memikirkan rintik gerimis yang akan jatuh itu, Aga kembali merasakan nyeri di kepalanya. Ia menarik napas, mencoba meredam rasa sakit itu lalu menghembuskan napas sambil mengatur detak jantungnya.
Ia mengambil ponsel dari nakas di samping ranjang dan menghidupkan benda persegi itu.
Tersenyum ketika melihat puluhan pesan dari gadisnya serta ratusan panggilan tak terjawab dari gadis cerewet itu. Berapa hari sebenarnya ia tidak sadarkan diri?
Baru saja ia mengetik balasan untuk Caca, panggilan dari gadis itu sudah lebih dulu mengintrupsi layarnya.
“Ha—”
“LO TUH BRENGSEK BANGET YA, GA!!! KENAPA BARU—”
Refleks Aga menjauhkan ponselnya dari telinga beberapa saat. Suara Caca membuat kepala dan telinganya terasa sakit.
Setelah suara omelan gadis tidak lagi terdengar dari jarak itu, barulah ia kembali menempelkan ponselnya ke telinga.
“Udah ngomelnya?”
“Lo tuh, yah ... Lo ngilang ke mana lagi, hah?! Baru aja nongolin muka sehari, udah ngilang lagi? Hobi banget lo jadi ninja, ngilang sana ngilang sini ....”
Aga tertawa sebentar.
“Maaf. Aku baru aktifin hp. Sorry kalo nggak ngasi kabar apa-apa.”
Terdengar suara batuk-batuk dari ujung telpon sana.
“Ca...?” panggil Aga, keningnya berkerut.
Aga tidak tahu kalau di tempat lain Caca sedang mengumpulkan otaknya yang terbang ke mana-mana ketika Aga tiba-tiba memakai kata 'Aku'. Kenapa tiba-tiba aja berubah?
“Caca?” panggil Aga lagi.
“Oh, ya. Apa? Apa? Kenapa?”
“Apaan?”
“Ah, nggak. Maksud gue, kenapa tiba-tiba pake aku? Kepala lo abis kejedot, ya? Merinding tau nggak sih!”
Aga terkekeh pelan. Ia mengerti sekarang. Mendengar tawa Aga, gadis itu justru semakin bingung. Nih anak, bener-bener abis kejedot kayaknya.
“Ga?”
“Hmm,” Aga menjawab pelan. “Napa?”
“Lo nggak lagi ada masalah, kan?”
“Nggak.”
“Terus kenapa ngilang? Lusa udah ujian lo, Ga.”
Aga menatap hp nya dan melihat tanggal sebentar sebelum kembali menempelkan ponselnya ke telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA (TAMAT)
Teen Fiction"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran bermata kelabu paling sempurna abad ini dengan tatapan menghangatkan namun sorot mata yang terlihat b...