Aga bersandar di kursi yang tepat disampirkan di belakang kursi Caca, menjadi satu-satunya pembatas antara punggungnya dan punggung gadis itu.Sejak tadi ia memang hanya duduk di sana tanpa ikut terlibat dengan permainan senior-senior lain seperti yang dilakukan di masing-masing pos.
Hanya duduk diam di belakang Caca sambil memejamkan mata dan menyandarkan bahu di sana. Seolah-olah sedang tidur, tapi nggak. Ia hanya ingin bersama Caca, sama sekali tidak berniat untuk menjadi panitia. Bahkan hingga agenda jurit malam itu selesai pun, wajah cowok itu tetap datar.
Caca merenggangkan kedua tangannya ke atas dan menguap lebar selebar-lebarnya hingga menutupi mulut dengan telapak tangan. Dari atas pondok sana ia menatap ke arah bulan yang masih setia mendampingi gelapnya langit selama beberapa jam lagi sebelum digantikan oleh matahari.
Tapi entah kenapa ia sama sekali tak tertarik untuk menikmati pemandangan itu. Rasa penat benar-benar mengambil alih seluruh saraf-sarat tubuhnya yang mulai retak.Satu-satunya yang ingin ia lakukan saat ini hanyalah kembali ke tenda dan tidur seharian! Tapi tidak bisa. Ia tidak bisa melakukannya sekarang!
“Pinjem punggung lo bentar, Ga!" ucap Caca tanpa malu menyandar di punggung Aga.
Peduli setan, pikirnya saat itu. Badannya udah pegal-pegal!
Sang empunya punggung kaget sesaat dan hanya bisa diam ketika menyadari kepala gadis itu sudah bersandar dipunggungnya dengan posisi miring. Kedua mata Caca terpejam.Cewek itu tidak memiliki tenaga lagi untuk membuka mata. Tidak kuasa lagi menahan kantuknya yang membabi buta. Belum lagi kakinya!
“Kaki gue mati rasa,” jutek Caca.
Ia tidak bohong. Sumpah demi Tuhan, Caca memang ingin segera kembali ke tenda. Hanya saja, kakinya sedang mati rasa sekarang! Dan Caca yakin sekali, setelah mati rasanya hilang, kakinya itu bakal langsung kesemutan! Udah hapal benget tuh sama kaki yang kesemutan gak kenal tempat!
“Nggak usah buru-buru,” ucap Aga pelan. “Gue suka setiap kali lo bersandar ke gue.”
Mata Caca yang tadinya tertutup, terbuka perlahan. Ia tidak mengerti. Ada sesuatu di dalam suara Aga yang begitu menusuk relung hatinya hingga merasa seakan-akan laki-laki itu sedang menangis. Seakan-akan kata-kata itu dipenuhi dengan kesedihan yang begitu dalam yang coba ia sembunyikan.
Pikirannya kembali pada saat ketika Aga memainkan gitar kakaknya dulu. Perasaan aneh yang muncul dihatinya saat ini sama dengan apa yang dirasakannya saat itu. Ada sesuatu yang aneh tentang Aga yang membuatnya penasaran. Hanya saja ia tidak tahu apa itu.
Caca mencoba mengabaikan perasaan itu lalu kembali menutup mata. Ia mendengarkan irama jantung Aga yang teratur dan begitu menenangkan. Apakah ia pernah mendengar suara seindah ini sebelumnya? Entahlah.
Yang pasti ia sangat menyukai suara yang satu ini. Suara debar jantung yang membuat udara dingin tiba-tiba menjadi menjadi begitu hangat.
“Ca, bisa minggir dulu nggak?”
Alis Caca terangkat bingung. “Apaan?”
“Gue mau kentut.”
Sial! “Aga!!!”
![](https://img.wattpad.com/cover/121319519-288-k875821.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA (TAMAT)
Teen Fiction"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran bermata kelabu paling sempurna abad ini dengan tatapan menghangatkan namun sorot mata yang terlihat b...