Bocah kecil itu bermain dengan mainan kapal-kapalannya selagi disuapi oleh Bi Surti. Pipinya yang chubby terlihat semakin membulat saat ia menahan nasinya di dalam rongga mulut dan mengunyah.
Mulut kecilnya yang tidak bisa diam membuat beberapa bulir nasi menempel di sekitar wajah. Ia tak peduli dan terus saja asik dengan mainannya. Berlari ke segala arah dan tak mempedulikan Bi Surti yang sedang susah payah menyuapinya ke sana kemari.
Begitu melihat ibunya keluar dari kamar, bocah itu segera melompat dari kursi dan berlari menggapai wanita itu hingga jatuh karena tersandung kakinya sendiri. Buru-buru ia berdiri dan menggapai ibunya.
“Mamaaaa!!!”
Aga memanggil ibunya berkali-berkali dengan girang dan menarik tangan wanita itu. Ia mengekori setiap langkah ibunya sambil berceloteh menarik perhatian. Namun wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama itu sama sekali tak menggubrisnya. Ia bahkan seperti tidak melihat bahwa ada bocah kecil yang mengikuti setiap gerakannya.
Mata teduhnya seolah kosong dan tak menunjukkan ekspresi apapun.Ia tidak mendengar suara bocah itu. Tidak menyadari bajunya yang ditarik-tarik oleh bocah itu.Ia melangkah seakan tidak ada siapapun di sampingnya. Mengambil gelas, mengeluarkan botol mineral dari kulkas, menuangkannya ke gelas dan meneguknya hingga habis lalu kembali ke kamarnya sendiri.
Hanya di detik terakhir, wanita itu melepaskan tangan kecil bocah yang merengek menarik baju panjangnya lalu masuk ke kamar dan membuat bocah kecil itu menangis.
“Mama ....”
“Cup! Cup! Den Aga jangan nangis ya. Kan ada Bibi.”
“Aga maunya sama Mama ... Sama Mama ... Aga nggak mau sama Bibi ... Aga mau Mama. Mama ....”
Bi Surti berusaha untuk menghibur Aga kecil dan menggendong bocah itu.
“Mama lagi sakit. Lagi nggak enak badan. Jadi nggak mau diganggu. Main sama bibi aja ya?”
“Nggak mau! Nggak mau, Bi! Mama kenapa sakitnya tiap hari? Mama kenapa nggak mau main sama Aga? Mama kenapa mainnya sama kak Anan aja? Aga juga mau main sama mama!"
"Mama!"
***
"Aga udah bikin salah, ya? Makanya mama nggak sayang sama Aga ...."
Aga bertanya hal pada ayahnya yang selalu pulang malam dan masuk ke kamarnya untuk mengecup puncak kepala bocah itu sebelum tidur. Namun ayahnya tak pernah memberikan jawaban yang ia inginkan.
"Nggak. Aga nggak salah apa-apa." Ia mengacak-acak puncak kepala Aga lembut sambil tersenyum. Namun kesedihan terpancar di pasang matanya yang kelam.
Adam tidak tahu apa yang harus dikatakannya pada anak itu ketika sudut matanya menemukan putra sulungnya, Adnan berdiri di depan pintu. Menatapnya dingin. Seakan bertanya, kenapa pria itu hanya menyayangi Aga?
Di sisi lain, Aga mulai melakukan banyak kenakalan hanya untuk mendapatkan perhatian ibunya. Meniru tingkah anak tetangga di sebelah rumah, Aga sengaja membuat pakaiannya kotor agar diomeli oleh ibunya.
Tapi tidak berhasil.
Ia kemudian mulai memecahkan ini dan itu, Menghancurkan bunga-bunga hias di pekarangan rumah. Tapi tetap saja ibunya tidak pernah membuka suara. Bahkan wanita itu tetap tidak peduli ketika tiba-tiba Aga pulang dengan tubuh penuh lumpur dan penuh luka. Lutut lecet. Siku berdarah. Telapak tangan dan pipi chubby yang juga tergores karena jatuh di aspal. Ia tidak peduli dan tetap bersikap seakan tidak pernah melihat Aga di sana.
Dan perlahan demi perlahan, hati anak itu mulai hancur.
***
"KELUAR!!!"
Adnan berteriak menyuruh Aga keluar dari kamarnya.
Tidak hanya oleh ibunya, bahkan Adnan juga mengacuhkannya. Adnan selalu membuang permen-permen yang diletakkan Aga di meja belajarnya. Ia sering berteriak agar Aga tidak mengusiknya. Menyuruh Bi Surti membawa keluar Aga yang sering menyelinap masuk ke kamar dan memberantakkan tempat tidur juga buku-bukunya yang telah tertata rapi.
Karena ulah Aga, untuk ukuran anak berusia 14 tahun, Adnan sudah seperti orang tua yang mengidap darah tinggi dan sering mengamuk. Karena amarahnya, ia bahkan akhirnya pernah tidak sengaja mendorong Aga hingga bocah itu jatuh di atas pecahan vas kaca. Menyebabkan Aga mengalami banyak luka jahit untuk usianya yang masih sangat muda. Hingga sekarang, bekas-bekas luka dan jahitan itu masih tercetak sempurna di punggung Aga.
Om Adam khilaf dan menampar keras pipi Adnan hingga bibir anak itu berdarah. Tante Laras berteriak keras padanya karena sudah menampar putra mereka yang tidak sengaja melukai Aga. Dan sejak saat itu hubungan Om Adam dan Adnan semakin memburuk. Adnan membenci ayahnya karena pria ituselalu lebih mengutamakan Aga dibanding ibu dan dirinya. Karena pria itu selalu memberikan perhatian lebih pada anak yang sudah menghancurkan keluarga mereka.
Sejak awal seharusnya Aga tidak pernah datang ke rumah itu. Seharusnya dia tidak pernah hadir di dunia ini.Begitulah yang setidaknya pernah didengar Aga ketika ia melihat kakaknya bertengkar dengan ayahnya untuk terakhir kali, meskipun ia tak mengerti sama sekali apa yang dimaksud oleh Adnan. Namun pada akhirnya, Adnan pergi dari rumah dan tidak pernah kembali sejak saat itu.Demi menghindari melihat wajah Aga, laki-laki itu memutuskan untuk tinggal di luar negeri.
Ingin mengikuti jejak Adnan yang begitu dibanggakan oleh Tante Laras karena sering mendapat gelar juara kelas, Aga pun mulai serius belajar.
Namun tetap saja gagal.
Aga pun mulai melakukan berbagai macam kenakalan remaja saat segala prestasi yang membanggakan yang berhasil ia raih ternyata tetap tidak bisa menarik perhatian ibunya. Ia mulai memukul dan berkelahi dengan banyak orang di jalan-demi melampiaskan rasa sakit di hatinya yang terluka- hingga membuat cowok itu selalu pulang ke rumah dalam keadaan babak belur meskipun usianya masih muda.Berharap keadaannya akan membuat ibunya merasa iba dan merasa simpati atau setidaknya khawatir barang sedikit saja. Dan ia gagal lagi.
Jika memang tidak ada harapan untuk khawatir, ia hanya berharap paling tidak ibunya akan memarahinya, meneriakinya, atau memakinya.
Apapun itu. Terserah.
Asalkan jangan mendiamkan dan mengabaikannya seperti ini. Menganggapnya seakan-akan ia tak pernah terlihat.
Pukul saja dirinya.Tampar saja wajahnya. Tidak apa-apa. Ia tidak akan melawan. Ia tidak akan membantah sedikitpun. Ia tidak akan protes. Tapi tolong ... jangan mengabaikannya.
Ia ingin ibunya bicara padanya.
Ingin ibunya menyuapinya makan.
Ingin ibunya yang mengecup puncak kepalanya setiap malam.
Ingin ibunya memujinya ketika ia mendapat nilai seratus di sekolah.
Ingin ibunya memarahinya ketika ia melakukan kenakalan.
Ingin ibunya mencubit pahanya ketika ia memecahkan barang-barang dirumah.
Ingin ibunya membelanya dari anak-anak yang sering mengganggu.
Ingin ibunya khawatir setiap kali ia sakit dan terluka.
Ingin ibunya mengomel saat ia terus-terusan berantem dan bikin anak orang lain babak belur.
Demi tuhan!
Ia hanya begitu menginginkan perhatian ibunya. Ia hanya ingin ibunya menyentuhnya.
Kenapa begitu sulit ia dapatkan?
Kenapa begitu sulit untuk meraih tangan ibunya sendiri?

KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA (TAMAT)
Teen Fiction"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran bermata kelabu paling sempurna abad ini dengan tatapan menghangatkan namun sorot mata yang terlihat b...