"Aga.... Aga.... Aga...!!!!
Aga mencoba untuk membuka matanya. Suara itu terus memanggilnya berulang kali hingga membuatnya tak tenang. Menyiksa tubuhnya. Pupil matanya beredar berusaha mencari di tengah-tengah ketidaksadarannya. Namun satu-satunya yang bisa ia lihat hanyalah langit-langit koridor yang bergerak cepat seperti kibasan angin.
"Aga! Aga! Lihat mama, Aga! Kamu harus kuat! Mama minta maaf!! Aga!!! Aga kamu denger mama, kan? Aga... Aga...!!"
"Maaf, Ibu tidak boleh masuk..."ucap seorang suster yang berhenti di depan ruang UGD dan berusaha menahan Santi sementara rekannya membawa masuk Aga lebih dalam ke ruangan tersebut.
Santi histeris. Air matanya pecah tak tentu arah sejak tadi terlebih melihat Aga dibawa masuk. Ia ingin melihat Aga! Aga tidak boleh kenapa-napa!
"Mama! Tenang ma-,"
"Aga! Suster! Suster! Tolong anak saya, Sus! Dokter!!! Aga!!!! Suster!! Dokter!! Tolong selamatkan anak saya, dok! Tolong, dok!! Suster!!
"Tolong, ibu menunggu diluar..." ucap suster yang masih memaksa santi untuk keluar ruang UGD sementara semua rekannya dan dokter yang bertugas sedang dalam keadaan panik.
Santi histeris. Tubuhnya bergetar hebat. Bibirnya terus meracau menyebut nama Aga. Lepaskan dia Dia harus di dekat anaknya. Dia harus disisi Aga! Kenapa suster ini justru menghalanginya! Dia ingin melihat Aga!!
"Mama! Tenang dulu..,"
Adnan mencengkeram kedua bahu ibunya untuk menahan wanita itu agar tidak memaksa masuk ke dalam.
"Aga!! Adnan, Aga... Aga... mama minta maaf, Aga. Maafin mama... Adnan," Santi menangis sejadi-jadinya hingga kedua kakinya lemas.
Bajunya penuh dengan bercak darah Aga dan tubuhnya bergetar hebat dalam pelukan Adnan.
"Ini salah mama... ini salah mama.."
"Ma..."
"Semua ini salah mama... jika saja mama tidak--"
"MAMA!!" bentak Adnan memutar tubuh Santi agar memandang matanya. "Tolong, tenanglah..!"
Santi berlutut di depan pintu UGD. Ia kehilangan semua tenaganya untuk berdiri. Ia menatap tangannya kemudian menggenggam tangan yang penuh dengan darah Aga dan mendekapnya dalam-dalam di dada untuk menghilangkan getaran itu. Hatinya hancur.
"Maafin mama, Ga. Tolong maafin mama...Mama yang salah... Aga..," bisiknya dalam setiap tetes air mata yang jatuh.
***
Tik...
Tik...
Tik...
Detik monitor terdengar menggema di telinga. Irama yang sama dengan setiap tikaman yang datang menghunus jantung tanpa ampun.
Ia masih bisa mendengarnya. Samar, kabur, hilang, terdengar lagi, lalu hilang lagi bersama suara-suara lainnya. Namun ia tak bisa mengatakan apapun.
Tenggorokannya tercekat. Sebuah masker oksigen dipakaikan untuk membantunya bernapas, namun percuma. Bagian terdalam di tubuhnya terasa hancur berkeping-keping.
Ia bahkan tidak bisa melihat siapa yang terus-menerus meneriakkan namanya.
Kilatan-kilatan cahaya lampu membutakan matanya. Pandangannya berpijar, berusaha untuk menenggelamkan dirinya dalam kebutaan. Ia berusaha untuk membuka kembali matanya.
Tangannya berusaha untuk menggapai sesuatu, namun tak bisa. Ia tidak bisa melakukan semua itu. Tenaganya menguap entah ke mana. Bahkan untuk bernapas pun, rasanya begitu sangat menyiksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA (TAMAT)
Teen Fiction"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran bermata kelabu paling sempurna abad ini dengan tatapan menghangatkan namun sorot mata yang terlihat b...