Caca baru saja kembali dari kamar mandi dan melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur ketika merasakan bantalnya bergetar dari handphone dan ringtone panjang yang terdengar bersamaan. Buru-buru ia meraih ponselnya dan menempelkan benda itu ke telinga setelah mengenali nomor si pemanggil.
Aga.
“Ya. Kenapa?” tanyanya bete. Ia masih kesal. Dan semua itu karena ia merasa sudah dipermainkan oleh Aga! Jika aja bisa, rasanya pengen ia bejek-bejek muka tuh cowok sampai kusut gak bisa dikenali lagi!
'Gue di depan rumah lo sekarang.'
“Hah?!”
Caca langsung melompat dari tempat tidur dan mengintip dari jendela kamar untuk memastikan. Benar saja. Aga sedang berdiri di luar pagar, bersandar pada badan motor sambil mengacungkan plastik putih ke arah gadis yang ada di balik jendela kamar dengan masker di wajah itu.
Melihat wajah Caca berubah menjadi hitam di sana, Aga terkekeh geli, menampakkan barisan giginya yang rapih.
“Tunggu bentar!” perintah Caca hampir tak percaya mendapati Aga benar-benar ada di sana. Kenapa cowok itu selalu saja muncul seenaknya di depan rumah?! Kenapa selalu aja muncul saat dia gak dalam penampilan kacau kayak gini! Muka bermasker, rambut terikat berantakan, baju kaos kelonggaran serta celana training kepanjangan yang ujungnya selalu aja jadi kain pel tiap kali dia melangkah!
Tuh cowok benar-benar ancaman bagi tipikal-tipikal orang yang selalu berpakaian kayak gembel di rumah!
Caca buru-buru melepaskan masker lumpur yang ia kenakan dan melemparnya asal ke tempat sampah sebelum mendatangi Aga.
“Lo ngapain malem-malem ke rumah orang? Bukannya tadi lo ada urusan mendadak? Kenapa malah nongol lagi disini?" omelnya kesal.
Aga rersenyum, menyodorkan plastik putih dengan logo lebah kuning dan menggoyang-goyangkan plastik itu usil di depan wajah Caca.
“Gue pengen makan es krim.”
“Terus hubungannya dengan gue?!”
“Tadi gue beli satu dapet bonus satu. Nah satunya buat elo," suara Aga tetap terdengar lembut dan usil.
Caca memutar bola matanya melihat senyum usil di wajah cowok itu. Ia tidak habis pikir.
“Nggak usah bohong deh, lo. Sekarang lagi nggak ada promo es krim. Lo emang sengaja beli dua, kan?”
“Lo tau darimana emangnya?” Alis Aga terangkat ke atas.
Apa gadis itu bisa melihat isi kepalanya?
Pembaca pikiran?
Indra keenam?
Apa jangan-jangan ternyata Caca selama ini Caca anak indigo?! Itukah alasannya kenapa cewek ini memilih untuk selalu menjauhinya karena ada makhluk halus yang bergentayangan di sekitarnya?
"Ho o! Gue emang bisa liat. Contohnya ngeliat seta yang berdiri di depan gue sekarang!"
Aga tergelak pelan kemudian mengacak-ngacak rambut Caca geli, tak sanggup menahan gelak tawa karena untuk pertama kali dalam hidupnya, ia dikatai setan. Bagian mana dari dirinya yang mirip dengan setan?
Caca menepis tangan Aga dengan kesal.
"Rambut gue jadi berantakkan nih!" geramnya marah.
“Lagian kenapa tiba-tiba jadi makan es krim? Kenapa nggak bawa yang lebih mahal dikit kayak martabak telor atau martabak San Fransisco gitu?” gunam Caca sambil membuka pagar, melangkah menuju kursi di teras, membiarkan Aga masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT JINGGA (TAMAT)
Novela Juvenil"Semua keinginan gue, gak pernah jadi kenyataan. Itu cara kehidupan menghukum gue." *** Aga, atau lebih lengkapnya Airlangga Putra Senja. Pangeran bermata kelabu paling sempurna abad ini dengan tatapan menghangatkan namun sorot mata yang terlihat b...