=Prolog=

3.1K 217 60
                                    

JENAKA

-

-

-

-

JENA menatap tiga orang di ruang keluarga itu dengan pandangan bosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JENA menatap tiga orang di ruang keluarga itu dengan pandangan bosan. Padahal di rumah ini terhitung empat orang yang tinggal di sana. Namun Jena merasa kesepian. Ada ayah, tapi beliau sibuk dengan berkas kantornya. Ada ibu, tapi beliau sibuk berinteraksi dengan pelanggan butiknya lewat gadjet. Ada Juna, kakak kembarnya yang sibuk dengan dunia belajarnya karena menegejar target olimpiade matematikanya. Ya, saudara kembar Jena itu memang mahir dalam matetika. Sementara dirinya? Menghitung nilai NJOP dalam ekonomi saja begitu keteteran.

Lelah dengan kegiatannya menatap ketiga keluarganya, tiba-tiba di atas kepala Jena muncul lampu bohlam yang menyala. Seketika ide jahil itu muncul di perrmukaan. Jena mengambil sandal jepitnya lalu ia geprakkan di meja dengan cukup keras sembari dirinya menyanyikan lagu merana. “Merana..... kini aku merana.... Kekasih tercinta entah di mana....”

Seketika itu juga ayah, ibu, dan Juna menoleh ke arah Jena sesaat mendengar kebisingan yang dibuat cewek itu. Ketiganya kompak melempari Jena dengan tatapan tajam. Namun bukan Jena namanya jika merasa bersalah akan tindakannya itu.

“Kenapa sih? Suara Jena bagus, ya? Sampe-sampe kalian tereksona?” Sahutnya tanpa dosa. “Lanjutin aktivitas kalian masing-masing gih, husss hussss.” Jena mengibaskan kedua tangannya ke udara.

Juna hanya menggeleng melihat saudara kembarnya yang absurd itu. Ia kemudian melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Namun tak berselang lama, suara yang sengaja disumbangkan dengan iringan bunyi sandal jepit dan meja yang saling menyaut mengusik kegiatannya. Diliriknya Jena yang kembali beraksi.

Sendiri... kini kudipeluk sepi.... Tiada tempat tuk mencurah lagi... oh- auuuu.” Jena meringis sembari memegang puncak kepalanya yang terkena lemparan roll rambut milik ibunya.

“Ini anak bandel banget. Nggak tau apa yang lainnya lagi sibuk, bukannya belajar malah nyeleneh!” Bentak Santhi, ibunya Jena. Perempuan empat puluh tahun itu menatap jengkel pada anak ceweknya yang begitu susah di atur. Beda dengan anak cowoknya, Juna. Yang gemar sekali menghabiskan waktunya untuk belajar.

“Jeni kan lagi latian vocal, Ma. Jeni juga sibuk, kok.” Jena monyong-monyongin bibirnya.

“Siapa yang suruh ngubah nama kamu? Udah tumpengan belum, heh?”

“Jeni biar katanya kayak personil blekping itu, Ma. Biasalah tuh anak kan kerjaannya ngayal nggak jelas.” Juna nimbrung dalam percakapan Santhi dan Jena.

“Paan sih lo, Junaidi. Main nyaut-nyaut aja. Lo kira ada kabel putus ap- aduhhhh.” Lagi-lagi Jena menjadi sasaran roll rambut yang melayang itu.

“Jangan nambah-nambahin nama kakak kamu. Ke kamar, belajar. Atau majalah ini kembali melayang ke kepala kamu lagi!”

Jena mengembuskan napas kasar. Selalu saja seperti ini. Niatnya yang ingin mengambil perhatian dari keluarganya harus berakhir tragis. Terhitung untuk yang kesekian kalinya Jena selalu gagal dalam rencananya. Meskipun terkadang absurd dan ia yakin pasti hal itu akan mengundang kekesalan dari ketiga keluarganya itu, namun Jena tetap melakukannya hanya demi keluarnya mau mengeluarkan suara untuknya. Meskipun itu berupa kaliamat kekesalaan, atau umpatan.

Langkah Jena terasa gontai saat menuju kamarnya. Ia melirik sebuah figura besar yang terpajang di ruang tengah saat ia melintasi ruang itu. di sana terpampang jelas foto ayah dan ibunya yang tengah duduk serta dirinya dan Juna yang berdiri. Ia dan ketiga keluarganya tersenyum lebar bersama-sama. Senyum yang sangat lama Jena rindukan. Terhitung empat tahun lamanya foto itu diambil. Tepatnya, saat dirinya dan Juna duduk di kelas satu SMP.

Jena melanjutkan langkahnya menuju kamar kebanggaannya. Di mana pernak pernik ala Kpop terpajang di sana. Apalagi deretan poster member BTS yang terpajang rapi. Hanya tempat inilah Jena bernaung untuk mencurahkan keluh kesahnya.

Selama ini Jena telah menjadi sosok lain di depan semua orang. Jena yang kalem dan feminim sudah tidak ada lagi.  Bahkan ketika dunia luar sana banyak yang meduplikati jika Jena adalah cewek absurd, jail, dan suka bertingkah semaunya. Itu hanyalah topeng semata agar ia tidak dipandang menyedihkan di depan semua orang.

=====

Hallo, everyone. Cerita ini beberapa mengalami revisi. Huhu kurang srek aja sama jalan cerita yang dulu.

 Huhu kurang srek aja sama jalan cerita yang dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jena Ayu Pradipta

Terimakasih telah membaca Jenaka. Semoga hari-hari kalian selalu bahagia 💜

🦋Love, Shofie_Jung🦋

JENAKA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang