Mobil Tofan melesat dari pekarangan rumah Anin yang cukup besar. Tidak seperti remaja pada umumnya yang jika diantar pulang ia akan menawarkan untuk singgah walau sebentar, berbeda dengan gadis mungil berambut panjang itu. Saat turun dari mobil ia segera menyuruh Tofan untuk beranjak dari halaman rumahnya.
Entahlah, baru sehari mengenalnya sudah membuatnya muak. Apalagi jika harus bertemu dengannya setiap hari?
"Peduli setan. Yang penting besok sabtu, terus besoknya lagi minggu. Gak perlu dah ketemu dia lagi" Dumelnya sembari membuka pintu rumahnya
Anin memasuki rumahnya dengan langkah gontai. Begitu lelahnya dia saat ini. Baru saja akan menginjakkan kakinya ditangga ia mendengar mamanya memanggilnya.
"Kenapa baru pulang? Di anterin siapa? Kok gak ada kabar? Habis dari mana?" Herla alias mamanya mulai menginterupsi anaknya seperti pencuri yang tertangkap basah saat itu juga.
Anin menarik nafas dalam dan menghembusnya secara kasar, ia menatap Herla dengan malas. "Kejebak hujan. Temen. Hp mati. Makan di Cafe deket sekolah"
"Terus teman kamu mana? Kok gak disur-"
"Udah pulang. Udah ya ma, Anin capek mau istirahat" pamitnya lalu meninggalkan Herla yang kini geleng kepala melihat anaknya itu.
**
Anin membaringkan badannya dikasur empuk berukuran queen size miliknya yang dilapisi badcover lembut berwarna hitam putih setelah mandi.Gadis itu memang sangat menyukai kedua warna tersebut. Anin adalah tipekal wanita yang tidak suka dengan hal hal mencolok. Memuakkan rasanya. Bisa dilihat dari ruang tidurnya yang sangat besar itu, seluruh isinya hanya berwarnakan hitam putih dan abu abu.
Jika orang baru yang memasuki kamar itu pasti mereka akan berpikir bahwa hidup Anin sangat tidak berwarna. Hanya dipenuhi dengan hitam putih dan abu abu.Drrtt drrtt
Ponselnya bergetar tanda notivikasi sebuah aplikasi.
Segera ia meraih benda persegi panjang kesayangannya itu dari atas nakas yang berada didekatnya. Ia membuka salah satu aplikasi chat yang berwarna hijau yang bertuliskan LINE. Tau LINE kan?
Jarinya dengan lincah bergerak diatas layar canggih itu, membuka pesan yang masuk beberapa detik lalu.
Seketika keningnya mengkerut membaca isi pesan tersebut, matanya juga mulai memanas. Setelah sekian lama, akhirnya nama itu kembali menghubunginya.
Tapi saat ini untuk menebak apa yang sedang dia sendiri rasakan rasanya sangat sulit. Haruskah dia marah atau bahagia? Semua bercampur aduk menjadi satu.Metionin Nobelium: Hai Nin, apa kabar?
Anin menarik nafas panjang sambil memejamkan mata lalu menghembuskannya perlahan.
Tanpa berpikir panjang ia segera mengetikkan pesan sebagai balasan pesan yang menanyakan kabarnya tadi.
Anin: baik.
Metionin Nobelium: syukurlah :)
Anin: knp? Ad prl?
Metionin Nobelium: Hm, gimana ya
Metionin Nobelium: Besok kita ketemuan bisa gak?
Metionin Nobelium: kalo gak bisa juga gapapa heheAnin: untuk?
Metionin Nobelium: ada yg mau aku omongin sama kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Novela Juvenil"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.