43-Beda

56 6 9
                                    

Rino memasang wajah galaknya saat lagi lagi ia harus bertemu dengan perempuan aneh yang selalu memarahinya setiap kali mereka bertemu. Bukannya takut, perempuan itu justru semakin menantang Rino dengan melipat kedua tangannya di dada dan mendongakkan sedikit dagunya menatap Rino yang memang lebih tinggi darinya.

"Lo kenapa sih. Kenapa gangguin gue mulu?" erang Rino frustasi.

Gadis ber name tag Vana itu menaikkan sebelah alisnya. "bukannya lo yang gangguin gue? Bukannya lo yang nyari ribut sama gue?" balas Vana sarkas.

Rino menghela napas lelah menghadapi Vana yang selalu saja sarkas saat berbicara dengannya. "Yaudah, kita temenan aja biar gak ribut mulu." tawar Rino terdengar sedikit lembut.

Vana akhirnya melunakkan sedikit ekspresinya. Ia sedikit ragu dengan perkataan Rino padanya beberapa detik yang lalu. "Ngomong apa?"

"kita temenan." Singkat Rino.

Terlihat gadis itu tengah berpikir dengan kening yang agak berkerut.

"Gue pikir-pikir dulu deh. Besok baru gue jawab."

Rino cengo mendengarnya. "Gaya banget. Kaya orang abis ditembak aja lo. Gue cuma mau ngajak lo temenan gak usah pake mikir, iyain aja biar cepet."

Vana terkekeh kecil saat melihat Rino benar-benar frustasi berbicara dengannya. Dan Rino pun seketika terdiam. Wajah Vana saat terkekeh benar-benar menarik perhatiannya. Manis juga, hm.

"iyaiya, kita temenan. Bercanda kali gue hehe."

Dengan cepat Rino berusaha menguasai dirinya kembali agar Vana tidak menyadari Rino sedang mengaguminya terang-terangan.

"Yaudah, kantin bareng gimana? Rayain pertemanan kita gitu. Lo yang bayar tapi." ujar Rino dengan pedenya lalu merangkul Vana dan membawanya pergi menuju kantin.

Vana mencoba memberontak sekuatnya. Tapi apitan tangan Rino begitu kuat di lehernya. "kurang ajar banget sih main rangkul-rangkul segala. Ketek lo bau, ihhh."

Rino hanya terkekeh tanpa berniat melepaskan tangannya di leher mungil Vana. "Kitakan udah temenan. Bebas-bebas aja dong gue mau ngapain."

Gadis itu hanya pasrah mengikuti langkah besar Rino yang menyeretnya menuju kantin. Walau baru berteman beberapa menit saja, Vana bisa merasakan Rino enak diajak berteman. Tidak seperti yang ia pikir bahwa Rino hanya bisa membuatnya teriak teriak karena bertengkar dengannya.

Langkah keduanya terhenti saat melihat Sherin berdiri menatap mereka di pintu kantin sambil memegang sekotak susu coklat kesukaannya. Tatapan Sherin dan Rino seakan terkunci. Sedangkan Vana merasakan atmosfirnya kini berubah. Ia tiba-tiba merasa tidak enak saat melihat tatapan Sherin pada Rino.

"emm, No. Lepasin deh." bisik Vana sangsi. Ia benar benar merasa tidak enak pada Sherin. Padahal Sherin terlihat biasa saja.

Rino seakan terkunci, ia sama sekali tak menggerakkan tangannya untuk melepaskan Vana.

"Akur juga kalian. Gitukan enak liatnya." kekehan kecil Sherin menyadarkan Rino dan segera melepas rangkulannya. Dengan kikuk ia menggaruk tengkuknya yang ia rasa gatal.

"Iya hehe. Capek berantem mulu. Eh, lo abis makan? Sendiri aja? Anin mana?" tanya Rino berusaha mencairkan suasana yang ia rasa canggung.

"Iya. Ini mau gue susulin ke perpus. Duluan ya. Have fun." Sherin berlalu dengan meninggalkan kerlingan nakal pada Vana. Namun gadis itu malah menunduk malu. Ia sendiri justru tidak mengerti kenapa dia harus malu.

"Jadi traktir gak nih?" Vana tersentak saat Rino menepuk bahunya.

"yang bilang mau traktir siapa?"

Pretty LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang