10-permintaan

180 69 13
                                    

Rino berjalan menuju kelasnya dengan perasaan kesal. Menghentak hentakkan kakinya seperti anak kecil dengan bibir yang mengerucut.

"Gitu aja terus. Dapet yang bening gue di tinggal. Awas aja kal-"

"Awhh! Anjy setan lo!" Pekik seorang gadis sambil meringis menahan sakit di kakinya.

Rino menghentikan langkahnya menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya. "Apa lo! Lo bilangin gue setan barusan, hah?"

"Sudah salah gak minta maaf lagi!" Ujar gadis itu masih menahan sakit.

"Apa salah gue? Perasaan gue gak apa apain lo deh. Caper lo" ucap Rino sengit.

Gadis yang sedang duduk di kursi panjang yang terletak dikoridor itu mendongakkan kepalanya menatap pria berpostur tinggi itu dengan tatapan membunuh.

"Heh kutil monyet! Barusan lo nginjek kaki gue. Lo pikir kaki gue lantai yang bisa di injek seenak jidat lo?" Balas gadis itu tak kalah sengit.

"Salah sendiri siapa suruh naruh kaki di situ. Lo gak liat cogan mau lewat?" Rino menaikkan sedikit dagunya dan matanya menunduk kearah gadis itu.

"Suka suka gue lah. Kaki kaki gue mau naruh dimana"

"Ya kalo gitu suka suka gue lah mau jalannya gimana"

Keduanya saling membuang pandangan. Si gadis melipat kedua tangannya di dada sedangkan si pria dengan angkuhnya berkacak pinggang.

"Ngapain lo masih di sini? Sana lo jauh jauh" usir gadis itu secara terang terangan.

"Ogah! Lo aja yang pergi sana!"

"Ngalah dikit kek jadi cowok! Egois banget dah"

"Emang lo siapanya gue sampai gue harus ngalah demi lo? Kenal aja enggak. Cih" Rino berdecak menatap remeh gadis dengan rambut yang dicepol asal itu.

Gadis itu memejamkan matanya dan menarik nafas panjang mencoba meredam amarahnya. Dia tau jika terus meladeni pria itu maka sampai besok pun berdebatan itu tidak akan selesai.

Akhirnya si gadis berdiri dari duduknya. Dua detik ia menatap tajam sorot mata Rino yang tak kalah tajamnya. Detik berikutnya ia menghentakkan kakinya menindih kaki kanan Rino dan kemudian memeletkan lidahnya bermaksud mengejek pria yang tengah meringis itu.

"aww! Sialan lo onta" Rino mengeram karena gadis itu membalas menginjak kakinya.

"Gue Vana, bukan onta" sahut gadis itu sambil melenggang pergi meninggalkan Rino yang meringis kesakitan.

Rino mendudukkan dirinya di kursi panjang itu sambil mengusap ngusap kakinya yang sudah memerah di balik kaos kaki putihnya.

Menit selanjutnya Sherin datang dengan membawa minuman dingin dan sebungkus roti. Langkahnya terhenti tepat di depan Rino. Pria itu mendongak menatapnya sesaat.

"Kenapa kaki lo?" Tanya Sherin lembut.

"Di injek tikus" ketus Rino.

Gadis itu menghela nafas lalu mendudukkan dirinya di sebelah Rino.

"Baik dikit kek jawabnya"

"Di injek tikus sayang" sahut Rino dengan suara lembut yang ia paksakan.

"Mana bisa sih tikus nginjek sampai lo kesakitan gitu"

Rino memutar bola matanya dengan jengah lalu berdiri dari kursinya. "Au ah. Gue mau pergi, lo gak usah ikut"

Sherin menatap punggung Rino yang sudah menjauh darinya. Kemudian mengendikkan bahunya lalu memakan roti bungkusnya di koridor sepi itu.

Pretty LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang